Sidang Kasus Harun Masiku: Mantan Ketua KPU Akui Ada Pertemuan Setelah Penetapan Suara, Saksi Ungkap Pertemuan dan Permintaan Uang
Dalam persidangan kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman memberikan keterangan terkait pertemuannya dengan buronan tersebut.
![]() |
Sidang Kasus Harun Masiku: Mantan Ketua KPU Akui Ada Pertemuan Setelah Penetapan Suara, Saksi Ungkap Pertemuan dan Permintaan Uang |
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wawan Yunarwanto mencecar Arief mengenai waktu pertemuan dengan Harun Masiku, apakah terjadi sebelum atau sesudah penetapan perolehan suara Pemilu 2019.
Awalnya, Arief mengaku lupa mengenai waktu pasti pertemuan tersebut.
"Saya agak lupa ya, tapi mungkin setelah penetapan. Mungkin bisa dibaca di BAP saya, saya agak lupa,"kata mantan Ketua KPU Arief di Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.
Jaksa Wawan kemudian merujuk pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Arief Budiman tertanggal 15 Januari 2025, nomor 21.
Dalam BAP tersebut, Arief menjelaskan kronologi pertemuannya dengan Harun Masiku yang datang ke Kantor KPU untuk menyerahkan putusan Mahkamah Agung (MA).
"Bahwa sekitar September 2019 saya tidak ingat tanggalnya, yaitu setelah adanya pelaksanaan rapat pleno terbuka untuk penetapan perolehan kursi dan calon terpilih pada 31 Agustus 2019, saudara Harun Masiku pernah bertemu dengan saya di ruang rapat ketua atau ruang tamu ketua KPU," demikian bunyi kutipan BAP yang dibacakan Jaksa Wawan.
Lebih lanjut, dalam BAP tersebut dijelaskan bahwa Harun Masiku datang tanpa membuat janji dan diterima oleh Arief yang kebetulan sedang tidak ada agenda. Harun Masiku datang bersama seorang yang tidak dikenal oleh Arief.
Dalam pertemuan itu, Harun Masiku memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu meminta bantuan agar permohonan PDIP melalui surat nomor 2576/X/DPP/VIII/2019 dapat direalisasikan.
Surat tersebut berisi permintaan pengalihan suara dari caleg PDIP yang meninggal dunia, Nazaruddin Kiemas, kepada Harun Masiku berdasarkan Putusan MA nomor 57P-HUM/2019.
Selain membawa berkas putusan MA, Harun Masiku juga menunjukkan foto-foto dirinya bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua MA saat itu, Muhammad Hatta Ali.
Menanggapi pertanyaan Jaksa Wawan mengenai tujuan Harun Masiku menunjukkan foto-foto tersebut, Arief mengaku tidak mengetahui maksudnya.
"Gak tau pak. Saya sih ruangan saya kan selalu terbuka, dan saya bisa menerima siapapun tamu-tamu yang datang ya, baik teman-teman dari daerah, teman-teman partai politik, anggota DPR, itu biasa saja masuk," ucap Arief.
"Untuk hal-hal yang bersifat formal-formal begitu biasanya saya minta kirimkan saja suratnya secara resmi ke kantor. Nah kalau Pak Harun Masiku menunjukkan foto-foto itu ya saya nggak tau maksudnya apa. Tapi bagi saya kan biasa aja itu, saya juga tidak membawa, menerima, mengkoleksi hal-hal yang semacam itu," tutur Arief.
Keterangan Arief Budiman ini mengkonfirmasi adanya pertemuan antara dirinya dengan Harun Masiku setelah penetapan hasil Pemilu 2019, di mana Harun Masiku diduga berupaya melobi terkait pengalihan suara melalui putusan MA.
Tujuan Harun Masiku menunjukkan foto-foto bersama tokoh penting partai dan lembaga hukum masih menjadi pertanyaan dalam persidangan.
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, terungkap sejumlah fakta baru dari keterangan saksi.
Wahyu Setiawan yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut dicecar pertanyaan terkait komunikasi dan aliran dana yang terjadi selama proses dugaan suap.
Di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Wahyu mengakui mengenal beberapa nama yang sebelumnya disebut-sebut terlibat dalam kasus ini, seperti Agustiani Tio Fridelina, Donny, dan Saeful Bahri. Ia membenarkan adanya komunikasi dan pertemuan dengan ketiga orang tersebut.
Hal ini disampaikan Wahyu ketika ditanya mengenai komunikasi dengan Tio, Donny, dan Saeful melalui aplikasi WhatsApp.
"Betul," ujar Wahyu saat menjawab pertanyaan dari JPU di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.
Ia juga membenarkan pernah bertemu langsung dengan ketiganya. Namun, Wahyu mengaku tidak lagi mengingat nomor telepon dari ketiga orang tersebut.
Lebih lanjut, JPU menanyakan perihal uang senilai 38.350 dolar AS yang sebelumnya telah disinggung dalam persidangan.
Wahyu membenarkan bahwa uang tersebut sempat berada dalam penguasaannya. Selain itu, terungkap pula adanya permintaan transfer uang dari Wahyu kepada Agustiani Tio Fridelina.
"Pernah," jawab Wahyu ketika ditanya apakah pernah meminta uang kepada Tio.
Ia menyebutkan jumlah uang yang dimintanya saat itu adalah Rp50 juta. Wahyu menjelaskan bahwa uang tersebut ditransfer ke rekening pribadinya sebagai pengganti uang pribadinya yang telah dikeluarkan.
"Ada kebutuhan, saya mengeluarkan uang pribadi sebesar 50 juta," ungkapnya.
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai kebutuhan apa yang dimaksud, Wahyu menjawab, untuk membeli kopi dan ngopi.
"Ya beberapa kali ngopi nongkrong." Ia kemudian menjelaskan bahwa kegiatan "ngopi nongkrong" tersebut dilakukan bersama Donny dan Saeful.
Dengan demikian, Wahyu mengindikasikan bahwa uang Rp50 juta yang dimintanya kepada Tio adalah untuk mengganti pengeluaran pribadinya saat bertemu dan berinteraksi dengan Donny dan Saeful. JPU kemudian mengkonfirmasi nomor rekening tujuan transfer uang tersebut.
"Nomor bank BNI betul ya? Ini ada nomor atas nama Wahyu Setiawan, betul?" tanya JPU.
"Betul," jawab Wahyu membenarkan nomor rekening tersebut.
Ketika ditanya apakah ada permintaan uang lainnya selain 38.350 dolar AS dan Rp50 juta, Wahyu menjawab, "Seingat saya tidak ada."
Sidang ini masih akan terus berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya untuk mengungkap lebih jauh keterlibatan berbagai pihak dalam kasus dugaan suap di KPU.(*)