Polemik Pengusulan Kepahlawanan Soeharto, Muhammadiyah Sebut Harus Ada Titik Temu
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir ikut menyoroti polemik pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.(23/4/25).
Menurutnya, hal ini perlu diurai melalui dialog kebangsaan yang terbuka dan menyeluruh untuk mencari titik temu.
"Semua harus ada dialog dan titik temu, perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik. Tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," kata Haedar Nashir di Yogyakarta, Selasa (22/4/2025).
Ia menyebut, sejarah bangsa Indonesia memang kerap diwarnai tarik ulur dalam pemberian gelar pahlawan. Karena belum tercapainya titik temu dalam memandang tokoh secara utuh.
Haedar lantas mencontohkan Presiden pertama RI, Soekarno, yang sempat tertunda mendapat gelar Pahlawan Nasional karena perdebatan semacam itu. "Dulu kita kontroversi soal Bung Karno. Padahal, beliau adalah tokoh sentral, proklamator, dan lain sebagainya," ujarnya.
Menurut Haedar, hal serupa juga pernah terjadi pada tokoh-tokoh dari kekuatan masyarakat. Seperti, Muhammad Natsir dan Buya Hamka, yang sempat mengalami kesulitan dalam proses pengusulan gelar pahlawan, hingga mendapatkan pengakuan negara.
Haedar pun berharap bangsa Indonesia tak lagi mengulang pola tersebut. Ia mengajak semua pihak melihat tokoh bangsa secara lebih utuh dan menjadikan proses penilaian kepahlawanan sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional.
"Ke depan, coba bangun dialog untuk rekonsiliasi, lalu dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya. Itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya," kata dia.
Haedar berharap proses pembahasan terkait gelar kepahlawanan bisa menjadi pembelajaran kolektif. Hal ini agar bangsa Indonesia ke depan tidak terjebak dalam konflik yang kontradiktif.
"Saya selalu berpesan bahwa jatuhnya setiap tokoh bangsa yang besar itu karena godaan kekuasaan yang tak berkesudahan. Nah, di sinilah semua harus belajar tentang nilai-nilai kepahlawanan bahwa tokoh bangsa saat ini dan ke depan harus sudah selesai dengan dirinya," ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen Pemberdayaan Sosial Kemensos, Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan, ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.
Beberapa tokoh yang kembali diusulkan, antara lain Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), dan Bisri Sansuri (Jawa Timur).
Kemudian Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).(*)