China Ganti Juru Runding Dagang Utama, Tanda Perlawanan Baru Hadapi Tarif AS?
Di tengah memanasnya ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat, Pemerintah Tiongkok secara mengejutkan menunjuk Li Chenggang sebagai juru runding perdagangan internasional utama yang baru, menggantikan Wang Shouwen, salah satu arsitek kesepakatan dagang Tiongkok-AS pada tahun 2020.
Penunjukan ini dilakukan saat hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia terus berada di bawah bayang-bayang kebijakan tarif yang saling menghantam. Pemerintah AS tercatat telah mengenakan tarif hingga 145% atas berbagai barang ekspor asal Tiongkok, sementara negara lain masih mendapatkan penangguhan tarif selama 90 hari. Sebagai respons, Beijing membalas dengan tarif 125% terhadap produk asal Amerika Serikat, sembari tetap menegaskan komitmennya untuk menjaga keterbukaan pasar bagi investasi dan perdagangan internasional.
Kebijakan ini tentu akan memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Namun, menurut Sheng Laiyun, juru bicara Biro Statistik Nasional Tiongkok, tekanan ini tidak akan mengganggu pertumbuhan jangka panjang. "Ekonomi kami masih punya kekuatan struktural untuk bertahan dan bangkit," ujarnya dalam konferensi pers.
Sebagai konteks, pada kuartal pertama tahun ini, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 5,4% secara tahunan, terutama didorong oleh kinerja ekspor yang masih cukup solid. Meski begitu, para analis memperkirakan laju pertumbuhan akan melambat dalam beberapa bulan ke depan, seiring mulai berlakunya kebijakan tarif baru dari AS terhadap berbagai produk unggulan Tiongkok.
Tidak dijelaskan secara rinci alasan pergantian posisi negosiator perdagangan ini. Namun pengamat menilai langkah ini menunjukkan bahwa Beijing tengah mempersiapkan pendekatan baru dalam menghadapi dinamika global, termasuk menggencarkan kerja sama dengan pasar alternatif seperti Eropa dan negara-negara global selatan. Meski demikian, para analis mengingatkan bahwa menggantikan pasar konsumen AS bukanlah perkara mudah, apalagi di tengah masih lemahnya konsumsi domestik dalam negeri Tiongkok.
Dalam strategi jangka panjang, Tiongkok juga telah memperketat kontrol ekspor atas rare earth, material penting untuk industri teknologi tinggi, dirgantara, dan sektor pertahanan. Langkah ini dinilai sebagai sinyal bahwa Tiongkok siap menggunakan "senjata" perdagangan strategis untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
Li Chenggang sendiri bukan sosok baru di dunia diplomasi perdagangan. Sebelum ditunjuk sebagai negosiator utama, ia menjabat selama lebih dari 4 tahun sebagai duta besar Tiongkok untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), badan yang selama ini menjadi rujukan utama Beijing dalam mengadukan kebijakan tarif AS.
Pengalamannya juga mencakup posisi sebagai wakil tetap Tiongkok di Kantor PBB di Jenewa, serta sebagai asisten menteri di Kementerian Perdagangan, dan kepala Departemen Perjanjian dan Hukum. Dari sisi akademik, Li mengantongi gelar sarjana hukum dari Universitas Peking, salah satu kampus elit di Tiongkok, dan gelar master bidang ekonomi hukum dari Universitas Hamburg, Jerman.
Langkah Beijing menunjuk Li dinilai sebagai sinyal bahwa Tiongkok ingin mengedepankan pendekatan hukum internasional dalam menghadapi tekanan perdagangan dari Amerika Serikat. Meski belum jelas apakah Li akan membawa pendekatan yang lebih konfrontatif atau diplomatis, satu hal yang pasti: dunia akan menyaksikan babak baru dari "perang tarif" antara dua raksasa ekonomi dunia.(*)