
Ojol Geram, THR Rp50 Ribu Tak Sebanding Kerja Keras
Tunjangan Hari Raya atau THR, sebagian menyebut sebagai bonus, bagi pengemudi ojek online (ojol) tahun 2025 menuai kekecewaan. Seorang pengemudi ojol mengungkapkan hanya mendapatkan bonus sebesar Rp50 ribu dari total pendapatannya selama 12 bulan yang mencapai Rp33 juta. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menilai skema pembayaran THR yang diterapkan perusahaan aplikasi tidak manusiawi dan diskriminatif.
Ketua SPAI, Lily Pujiati, menyatakan nilai THR yang diterima pengemudi ojol, taksol (taksi online), dan kurir sangat jauh dari harapan. Berdasarkan laporan yang diterima SPAI, beberapa pengemudi hanya mendapatkan bonus Rp50 ribu meskipun telah bekerja sepanjang tahun.
“Ini jelas tidak adil karena platform menentukan kategori yang sangat diskriminatif. Syarat yang diberlakukan, seperti hari aktif 25 hari, jam kerja online 200 jam, tingkat penerimaan order 90%, dan tingkat penyelesaian trip 90% setiap bulan, sangat sulit dipenuhi oleh para pengemudi,” ujar Lily dalam keterangannya, Minggu 23 Maret 2025.
Lily juga menyoroti skema prioritas yang diterapkan platform, seperti akun prioritas, skema slot, skema argo murah (goceng), serta pemotongan hingga 50% dari pendapatan, semakin menekan kesejahteraan pengemudi. SPAI menyerukan aksi pengaduan massal ke Kementerian Ketenagakerjaan pada 25 Maret 2025 pukul 10.00 WIB untuk menuntut keadilan bagi pekerja ojol, taksol, dan kurir.
Sebelumnya, Presiden RI kata Lily, menerima informasi bahwa perusahaan aplikasi akan memberikan THR sebesar Rp1 juta kepada setiap pengemudi ojol. Namun, realitanya jauh dari harapan.
Lily menegaskan bahwa perusahaan aplikasi telah meraup keuntungan besar dari kerja keras pengemudi. Namun, pemberian THR justru sangat minim dan tidak sesuai dengan kontribusi mereka.
“Kami meminta pemerintah untuk memastikan bahwa perusahaan aplikasi tidak hanya mencari keuntungan dari pengemudi, tetapi juga memberikan kesejahteraan yang layak. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kesejahteraan pengemudi ojol akan terus terabaikan,” ujar.
Selain aksi pengaduan massal, SPAI membuka posko pengaduan THR ojol di nomor WhatsApp 081511982590 agar keluhan pengemudi dapat ditindaklanjuti oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Ojol Butuh Kepastian Hukum, Bukan Sekadar Imbauan
Analis kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan, menilai permasalahan utama dalam pemberian THR atau bonus hari raya (BHR) bagi pengemudi ojol terletak pada ketidakjelasan status hukum mereka.
“Menteri Ketenagakerjaan telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 yang hanya bersifat imbauan, bukan kewajiban hukum. Ini membuktikan bahwa pemerintah tidak memiliki dasar hukum untuk mewajibkan perusahaan aplikasi memberikan THR,” kata Azas Tigor Nainggolan.
Azas Tigor menambahkan bahwa perubahan istilah dari THR menjadi BHR menunjukkan ketidakpastian hukum dalam status kerja pengemudi ojol. Hingga kini, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak mengakui ojek online sebagai transportasi umum, sehingga aplikator tidak berkewajiban memberikan hak pekerja seperti THR.
“Selama pemerintah tidak mengakui ojek online dalam sistem hukum transportasi nasional, perusahaan aplikasi akan terus menghindari tanggung jawab mereka terhadap pengemudi. Ini harus segera diselesaikan dengan regulasi yang jelas,” ujarnya.(*)