
Mohon Perhatian dan Solusi Kang Dedi dan Kang Aep, " Warga Krajan Batujaya Karawang Menanti Ganti Rugi Tak Pasti"
0 menit baca
Di balik riuhnya kendaraan yang melintasi jalan menuju jembatan penghubung Karawang-Bekasi di Batujaya, ternyata masih ada kisah yang terpendam hampir selama dua dekade lamanya. Jalan yang kini menjadi akses vital bagi masyarakat di dua kabupaten itu, rupanya masih menyimpan luka bagi sebagian kecil warga Dusun Krajan, Desa Batujaya, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang yang tanahnya terpaksa tergeser oleh pembangunan infrastruktur jalan.(19/3/25).
Mungkin bagi kebanyakan orang, akses jalan tersebut mungkin hanya sekadar jalur penghubung yang hanya menghubungkan antara Kabupaten Bekasi dengan Kabupaten Karawang. Namun bagi Imron (53) dan beberapa warga lainnya, masih menyisakan cerita pilu akan setiap langkah kaki mereka dalam menapakan jejaknya di atas aspal yang menjadi alarm pengingat bagi mereka terhadap buaian janji pemerintah yang hingga saat ini tak pernah lunas.
"Tahun 2005, orang tua saya dipanggil ke kantor desa. Katanya, kami akan menerima kompensasi atas tanah yang terkena pembangunan jalan. Tapi sampai sekarang, uang itu belum seluruhnya kami dapatkan," ungkap Imron (53) kepada wartawa di kediamannya di Dusun Krajan, Desa Batujaya, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Rabu pagi, 19 Maret 2025.
Saat itu, kata dia, harga yang telah disepakati pada tahun 2005 silam yaitu Rp80 ribu per meter, yang di mana harga tersebut belum termasuk dengan harga ganti rugi bangunan dan tanaman warga. Namun yang diterima orang tuanya pada kala itu hanya lah sebagian kecil, yaitu hanya sekadar uang muka atau DP belaka.
"Selama hampir 20 tahun ini, pihak pemerintah bukannya memberikan hak ganti rugi terhadap lahan dan bangunan kami yang dijadikan akses jalan utama oleh pemerintah, malah hampir setiap tahunnya kami masih harus membayarkan sejumlah uang untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) kami itu. Padahal lahan dan bangunan kami itu sudah lama sekali digusur paksa oleh pemerintah," jelasnya.
Menurutnya, kisah ia bersama beberapa warga sekitar lainnya ini pun bak ibarat pepatah tua yang bersua, 'Sudah Jatuh, Masih Tertimpa Tangga Pula'. Sebab seperti halnya nasib tragis yang dialami oleh tetangganya yang bernama Bu Heni yang harus merelakan rumah tinggalnya karena terkena gusuran pemerintah.
"Tetangga saya yang namanya Bu Heni, rumahnya udah lama kena gusuran, tetapi sampai sekarang masih belum ada pembayaran ganti rugi yang seharusnya sudah menjadi haknya Bu Heni itu. Dan ironisnya lagi, ternyata bukan hanya saya saja yang harus membayar PBB kepada pemerintah, melainkan hal itu juga masih dialami oleh Bu Heni, yang sampai sekarang dan disetiap tahunnya itu dia harus bayar PBB untuk seluas rumah yang dia tempati sebelum terkena gusuran pada 20 tahun silam itu. Rumahnya sudah ke mana, di bayar lunas pemerintah juga belum, tapi kita malah diwajibkan buat bayar PBB untuk lahan dan bangunan kita yang sudah lama tergusur," cetus Imron menerangkan.
Oleh karena itu, Imron menyebut bahwa pihak pemerintah hanya sesumbar janji belaka hingga akhirnya janji tersebut terus menguap tanpa ada kepastian yang jelas untuk membayarkan hak ganti rugi lahan dan bangunannya sampai detik ini juga. Alhasil, kini tanah yang dulu dihargai puluhan ribu rupiah per meter itu telah bernilai jutaan rupiah.
"Tahun 2010 saja, ada yang jual tanah di sekitar jalan ini dengan harga Rp2 juta per meternya. Artinya dari hal itu saja sudah bisa dibayangkan sama kita semua, berapa nilai tanah kami itu sekarang jika di rupiahkan?," kata Imron dengan lirih.
Selain Imron, hal serupa juga turut dialami oleh Marwan (53) beserta keluarga besarnya. Yang di mana, ia bersama keluarganya itu harus merelakan tanah keluarganya untuk pembangunan akses jalan raya menuju Jembatan Batujaya yang luasnya kurang lebih dari 500 meter persegi. Sayangnya, seperti halnya Imron, ia dan keluarga besarnya juga hanya menerima ucapan janji yang diberikan meski tanpa adanya sebuah kepastian yang jelas dari pihak pemerintah.
"Kami ini rakyat kecil, orang kampung. Apa yang bisa kami lakukan? Orang tua saya hanya menerima DP, dan sampai sekarang tidak ada kejelasan sama sekali terkait dengan pembayaran ganti rugi lahan kami yang dijadikan akses jalan utama itu. Sudah dua puluh tahun berlalu, namun janji itu masih tergantung di udara tanpa adanya jejak kepastian yang jelas untuk kami sekeluarga," ucapnya.
Jalan penghubung Batujaya ini mungkin menjadi kebanggaan banyak pihak. Namun bagi Imron, Marwan, dan beberapa warga lainnya, jalan tersebut menjadi pengingat bahwa keadilan tak selalu berpihak terhadap mereka yang bersuara pelan.
"Tentunya harapan besar kami kepada bapak Gubernur Jabar (Kang Dedi Mulyadi), bapak Bupati Karawang (Kang Aep ,red), dengan besar hati kami memohon agar dapat memberikan solusi terbaik dengan bisa menyelesaikan hak ganti rugi yang sepatutnya kami dapatkan dengan sangat layak. Kami masih menunggu janji dari pemerintah untuk menepati janjinya dengan membayarkan hak ganti rugi terhadap lahan kami, yang saat ini sudah dijadikan sebagai akses jalan utama menuju Jembatan Batujaya oleh pemerintah," harapnya dengan lirih.(*)