MK Hapus Presidential Threshold, Berikut Pendpat DPR dan Pemerintah
Komisi II DPR RI angkat bicara, terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus Presidential Threshold (PT) 20 persen. Parlemen menggaransi, menindaklanjuti dengan memasukkan poin putusan MK itu ke dalam pembentukan norma baru.
"Apa pun itu Mahkamah Konstitusi putusannya adalah final and binding (final dan mengikat). Oleh karena itu, kami menghormati dan berkewajiban untuk menindaklanjutinya," kata Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda seperti dilansir Antara dalam keterangannya, dikutip Jumat (3/1/2025).
Rifqi mengungkapkan, poin MK terkait PT itu juga bisa dimasukan undang-undang yang mengatur pengusulan pasangan capres-cawapres. Putusan MK tersebut adalah babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia, final dan mengikat.
"Dengan penghapusan persyaratan ambang batas tersebut, Pilpres RI bisa diikuti oleh lebih banyak pasangan calon," ujar Rifqi. Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Yakni, pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menilai, PT 20 persen bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Adapun pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan capres-cawapres yang harus didukung oleh partai politik. Atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI.
Diketahui Pemerintah sangat menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden (Presidensial Threshold). Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra menegaskan hal itu.
"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding). Kami sangat menghormati dengan keputusan ini,” kata Yusril dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pasal ini mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
Putusan tersebut memberikan kesempatan kepada masing-masing parpol peserta Pemilu mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Uji materi Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, namun baru kali ini dikabulkan.
“Semua pihak, termasuk pemerintah terikat dengan Putusan MK tersebut, tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun. Pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu itu dibanding putusan-putusan sebelumnya,” ujarnya.
Yusril menyampaikan, pemerintah secara internal tentu akan membahas implikasi dari putusan tersebut. Terutama terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029 mendatang.
"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold. Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ucap Yusril. (*)