Legislator Tolak Potongan Biaya Aplikasi Ojol 30 Persen
Anggota Komisi V DPR RI Syafiuddin Asmoro menolak kebijakan potongan aplikasi 30 persen untuk driver ojek online (ojol). Menurutnya, potongan itu tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan dan memberatkan mitra pengemudi.
Ia meminta, pemerintah turun tangan menyelesaikan persoalan itu. Menurutnya, potongan aplikasi untuk mitra pengemudi jelas diatur dalam Keputusan Menteri Perubahan Nomor KP 1001 Tahun 2022.
“Jika ditotal, maka besaran potongan aplikasi sebesar 20 persen. Itu angka paling tinggi, jadi tidak boleh melebihi 20 persen,” kata Syafiuddin dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (20/1/2025).
Dalam keputusan itu tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022. Yaitu, Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Pada diktum kedelapan, disebutkan perusahaan aplikasi menerapkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15 persen. Atau perusahaan aplikasi dapat menerapkan biaya penunjang berupa biaya dukungan kesejahteraan mitra pengemudi paling tinggi 5 persen.
“Kami meminta perusahaan aplikasi mentaati aturan yang ada. Jangan membuat kebijakan yang menyalahi aturan, karena hal itu akan melanggar aturan dan merusak tatatan,” ujarnya.
Dalam keputusan itu disebutkan jika perusahaan aplikasi melanggar maka Kementerian Perhubungan bisa menerbitkan rekomendasi pemberian sanksi. Untuk itu, lanjut Syafiuddin, perusahaan aplikasi tidak bisa seenaknya menerapkan aturan pemotongan aplikasi, karena semuanya sudah diatur.
“Jika mereka ngotot menerapkan potongan 30 persen, kami akan panggil perusahaan aplikasi. Mereka (perusahaan aplikasi) tidak boleh main-main soal ini, karena itu jelas memberatkan, merugikan, dan menyengsarakan driver ojol,” ucapnya.
Pemerintah diharapkan memberi perhatian serius terhadap persoalan ini, karena potongan aplikasi sangat berkaitan dengan kesejahteraan driver ojol. Selain itu, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) harus duduk bersama menyelesaikan masalah tersebut.
“Pemerintah tidak boleh saling lempar dalam masalah ini. Kementerian Perhubungan dan Komdigi harus bersikap tegas terhadap perusahaan aplikasi,” katanya.
Sebelumnya, Grab Indonesia menanggapi keluhan asosiasi ojol Garda Indonesia mengenai potongan aplikasi yang mencapai 30 persen. Grab berdalih kebijakan tersebut tak menyalahi aturan yang berlaku.
Selain itu, biaya layanan tersebut merupakan bentuk bagi hasil antara perusahaan aplikator dengan mitra dalam menyediakan layanan transportasit. Grab memastikan, sebagian dari biaya layanan itu dikembalikan untuk menunjang kebutuhan dan membantu pengembangan ojol. (*)