BREAKING NEWS :
Mode Gelap
Artikel teks besar

Askun Pertanyakan Sikap BPN Karawang : Keterbukaan Publik dan Penolakan Pemberian Informasi ke Awak Media

Badan Pertanahan Nasional Angrari dan Tata Ruang (ATR/BPN) Kabupaten Karawang enggan memberikan informasi saat Media Pilarjabar.com melayangkan surat Liputan Khusus (Lipsus) kepada BPN Karawang, 13 Januari 2025.
Foto : Askun

Diketahui, ada sejumlah point yang akan ditanyaakan pada Lipsus Pilarjabar.com dengan BPN Karawang yang dijadwalkan pada Jumat 17 Januari 2025, diantaranya terkait HGU dan HGB perusahaan, namun point pertanyaan itu dianggap berbahaya oleh BPN Karawang.

Hal itu tertuang dalam surat jawaban BPN Karawang kepada Redaksi Pilarjabar.com dengan Nomor Surat : HP. 01.03/058-32.15/I/2025, perihal Permohonan Liputan Khusus.

Merespon hal itu, pemerhati Pemerintahan dan kebijakan Kabupaten Karawang, Asep Agustian, S.H, M.H tegas mempertanyakan sikap BPN Karawang yang enggan memberi informasi kepada media. Ia menilai penolakan memberikan informasi kepada media merupakan bentuk ketidaktransparanan informasi publik yang seharusnya bisa diakses oleh insan pers.

"BPN seharusnya menjawab permintaan informasi dengan lebih terbuka. Namun, yang terjadi justru seolah-olah mereka menolak dengan hanya menyebutkan satu pasal hukum, yang mereka jadikan dasar enggan memberikan informasi," ujar Askun sapaan akrab Asep Agustian, Jumat (17/01/25).

Askun yang juga sebagai Ketua PERADI Kabupaten Karawang menilai bahwa surat yang diajukan oleh Pilarjabar sangat sederhana, hanya meminta informasi data, bukan data detail yang bertujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam mengetahui status tanah yang belum diperpanjang atau belum membayar kewajibannya.

"Informasi ini penting untuk menghindari potensi kerugian pendapatan daerah," tegasnya.

Askun juga mempertanyakan alasan BPN ATR menolak memberikan informasi tersebut, sebab berdasarkan UU Nomor 14 tahun 2008 tentang KIP, Bab XI pasal 51 sampai 56 tentang ketentuan Pidana menyebutkan denda 5 Juta dan penjara paling lama 1 Tahun, jika sengaja melawan hukum.

Sementara menurut UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Askun menyebut jika setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat/menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun/denda sebanyak 500 Juta.

"Mengapa mereka menolak? Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan? Tindakan ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada upaya menutupi sesuatu, selain ada ketentuan UU KIP, ers juga dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman sangsi yang ditetapkan didalamnya, termasuk sangsi pidana terhadap pihak yang sengaja menghalangi kerja pers," ungkapnya.

"Menghalangi tugas wartawan adalah pelanggaran serius yang dapat dikenai sanksi pidana dengan denda hingga 500 juta rupiah," tambahnya.

Menurut Askun, alasan yang diberikan oleh BPN ATR bahwa memberikan informasi tersebut bisa membahayakan, tidak dapat diterima.

"Apa yang dimaksud dengan bahaya? Masyarakat berhak tahu mana tanah yang belum membayar atau belum diperpanjang. Informasi ini seharusnya tidak ditutup-tutupi," tegasnya.

Ia mendesak agar kasus ini dilaporkan kepada aparat penegak hukum (APH) dan digugat terhadap lembaga terkait untuk ditindaklanjuti.

"BPN ATR seharusnya menjadi lembaga yang menjunjung tinggi hukum, bukan sebaliknya. Oknum yang menghalangi tugas jurnalis harus dievaluasi dan diberikan sanksi tegas. Laporkan kepada pihak APK dan lakukan gugatan sengketa Informasi Publik atas surat penolakan memberikan informasi oleh BPN kepada terkait," pungkas Askun.

Sementara, Kasi TU BPN Karawang, Otang saat memberikan surat jawaban kepada Pilarjabar, Jumat siang 17 Januari 2025 membantah jika pihak BPN menolak memberikan informasi yang diminta Pilarjabar.

"Ini surat jawaban atas surat Redaksi Pilarjabar pada tanggal 13 Januari 2025 dan mohon untuk ditandatangani tanda terimanya," ujarnya.

"Kami bukan menolak, tapi ini bentuk jawaban Kepala BPN Karawang sudah tertuang didalam surat," timpalnya.

Sebagai bahan informasi, untuk Hak Tanggungan merupakan jaminan atas tanah atau objek lain untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur. Menurut data rekapitulasi layanan Kementerian ATR/BPN, Layanan Hak Tanggungan menjadi salah satu paling banyak diakses. 

“Terkait alur pengajuan Hak Tanggungan baik elektronik maupun analog dapat melalui Kantor PPAT setempat. PPAT selaku mitra Kementerian ATR/BPN nantinya akan melakukan input data pemohon/kuasa beserta Bank tujuan," kata Harison Mocodompis, Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN. 

"Nanti dari pihak Bank akan melakukan pencatatan yang mana akan terinput ke Kantor Pertanahan setempat,” Harison menambahkan. Syarat pengajuan selengkapnya bisa dilihat dalam tautan ini.

Layanan Hak Tanggungan ini dapat dibebankan pada beberapa hak atas tanah, seperti Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara yang wajib didaftar dan dapat dipindahtangankan. Mari kenali alur pengajuan layanan Hak Tanggungan hingga layanan Roya. 

Jika Hak Tanggungannya sudah selesai dan lunas dalam kurun periode tertentu, maka perlu dikeluarkannya Roya. Seperti yang dijelaskan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Sesidtjen PHPT), Shamy Ardian, Roya adalah proses penghapusan Hak Tanggungan yang dilakukan melalui perantara bank. 

“Roya adalah dokumen resmi yang menunjukkan bahwa Anda telah bebas dari tanggungan hutang kredit rumah. Dokumen ini dikeluarkan sebagai bukti bahwa Hak Tanggungan atas sebidang tanah telah dihapuskan,” ujarnya. 

Setelah pinjaman lunas, Bank akan memberikan surat Roya. Kreditur perlu datang ke Kantor Pertanahan setempat untuk mengajukan penghapusan Hak Tanggungan di Sertifikat Tanahnya. Jika verifikasi dokumen sudah lengkap dan sesuai maka sertipikat Roya akan diterbitkan. 

Lebih lanjut Shamy Ardian menjelaskan, layanan Roya tersedia dalam Roya elektronik dan Roya manual, seperti halnya Hak Tanggungan yang tersedia dalam layanan elektronik maupun manual. 

“Jika pengajuan Hak Tanggungan secara elektronik, maka Royanya akan keluar secara elektronik pula. Jika saat mengajukan Hak Tanggungan bentuknya analog, maka Royanya analog. Namun kami sejak 2019 sudah menjalankan HT-el jadi Royanya otomatis akan elektronik pula,” ujarnya.  (rls)
Posting Komentar
Tutup Iklan