Menteri Agama: Sunat Perempuan Tidak Wajib
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengimbau masyarakat untuk meningkatkan upaya perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Salah satunya melalui pencegahan Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) atau sunat perempuan.
Menurutnya, tidak terdapat hadist yang secara tegas mewajibkan sunat terhadap perempuan. Hal itu disampaikan dalam Seminar Nasional “Memperkuat Otoritas Negara dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Jakarta.
“Mari bersama-sama kita berhenti menganiaya perempuan. Berhenti menyiksa perempuan dengan melakukan sunat atas nama agama karena agama tidak mewajibkan perempuan untuk disunat,” kata Nasaruddin Umar dalam keterangannya, Jumat (27/12/2024).
Aktivis perempuan sekaligus Pendiri Yayasan Puan Amal Hayati, Sinta Nuriyah Wahid juga ikut menyuarakan isu mengenai P2GP atau sunat perempuan. Pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk menuntaskan isu P2GP atau sunat perempuan di Indonesia.
Pada pertengahan 2024, Yayasan Puan Amal Hayati bersama United Nations Population Fund (UNFPA) melakukan kajian kritis melalui berbagai sumber. Kajian tersebut melibatkan Al-quran dan hadist, pendapat para ulama, dan penelitian terdahulu.
Dari kajian itu diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Isinya adalah pelarangan untuk melakukan sunat perempuan.
“Suatu prestasi yang sangat membahagiakan. Mengingat bahayanya sunat perempuan bagi anak-anak perempuan kita yang nantinya juga akan menjadi ibu kita semua,” kata Sinta.
Meski begitu, Sinta mengatakan, masih terdapat berbagai hambatan dalam melindungi anak-anak perempuan dari budaya tersebut. Terutama di wilayah pedesaan.
“Berdasarkan hasil survei, kami mendapatkan sunat perempuan banyak dilakukan oleh bidan, perawat, dan paramedis sebanyak 45,8 persen. Lalu dilakukan dukun bayi sebanyak 27,7 persen,” ujarnya. (*)