Jendela Peluang: Partnership Mengubah Pengangguran Menjadi Peluang
Senin, Desember 09, 2024
Tahun 2030 – 2040, diperkirakan Indonesia akan didominasi dengan individu berusia produktif hal ini disebut dengan bonus demografi (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2024). (09/12/24).
Bonus demografi merupakan jendela peluang untuk memajukan perekonomian negara Indonesia (Big Data BPS, 2023). Jika peluang tersebut tidak dimanfaakan dengan baik, maka akan menjadi bumearang bagi negara dan akan terjadi peningkatan pengangguran dalam negara.
Pengangguran adalah masalah serius yang dihadapi baik bagi negara maju maupun negara berkembang. Pengangguran merupakan istilah yang digunakan untuk mengilustrasikan sekumpulan orang yang usianya sudah cukup untuk bekerja namun belum memiliki pekerjaan.
Usia minimun untuk dapat bekerja di Indonesia diatur dalam Pasal 1 Ayat 26 dan Pasal 68 UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, bahwa perusahaan dilarang mempekerjakan orang di bawah 18 tahun. Namun pada UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 69 dan 70 mengatakan anak usia < 18 tahun hingga 13 tahun diperbolehkan untuk bekerja dengan syarat dan ketentuan tertentu yang harus dipenuhi (Farhansyah, 2024). Pasal 5 UU 13/2013 menegaskan bahwa setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi. Ketenagakerjaan mengacu pada segala hal yang berkaitan dengan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Seiring waktu, pasar kerja lebih kecil dari populasi. Akibatnya, angka pengangguran di Indonesia tetap tinggi (Desi et al., 2023).
Pengangguran merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan berbagai masalah pelanggaran hukum dan berbagai masalah sosial lainnya dalam masyarakat. Pengangguran menjadi beban bagi negara karena menghambat pertumbuhan perekonomian negara. Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia masih belum teratasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) prevalensi pengangguran terbuka di Indonesia bulan Februari Tahun 2024 terdapat sebanyak 4,82%.
Angka tersebut menunjukan penurunan sebesar 0,63% jika dibandingkan dengan bulan Februari pada tahun 2023 (Badan Pusat Statistik, 2024). Sedangkan prevalensi pengangguran di Kabupaten Karawang berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang bulan Agustus tahun 2023 menujukan data sebanyak 8,95% warga Karawang menganggur (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2023).
Dibalik angka pengangguran yang meningkat, terdapat juga angka tenaga kerja yang meningkat. Menurut data yang diberikan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2022 naik menjadi 3,5 juta tenaga kerja dibanding Agustus 2021 yang meningkat sebanyak 1,93 juta tenaga kerja (Desi et al., 2023).
Perbandingan situasi pengangguran di Indonesia dengan negara-negara sejenis seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura memberikan wawasan yang lebih luas dalam memahami tantangan dan solusi yang mungkin efektif. Negara-negara maju umumnya menghadapi masalah pengangguran yang lebih berkaitan dengan dinamika bisnis dan aktivitas ekonomi, sementara negara-negara berkembang seperti Indonesia menghadapi tantangan yang lebih kompleks, seperti kurangnya investasi dan terbatasnya kesempatan kerja (Frisnoiry et al., 2024).
Pengangguran diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan karakteristiknya yaitu kemiskinan terbuka, kemiskinan tersembunyi, kemiskinan bermusim dan semikemiskinan. 1) Pengangguran terbuka ditandai dengan ketersediaan lapangan kerja (permintaan tenaga kerja) lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia (penawaran tenaga kerja), 2) Pengangguran tersembunyi ditandai dengan melibatkan pekerja yang sedang bekerja, tetapi produktivitasnya tidak berada pada tingkat optimal. Produktivitas maksimal seorang pekerja dapat ditentukan oleh bakat, keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya, 3) Pengangguran musiman ditandai dengan situasi di mana seseorang tidak dapat bekerja akibat kondisi musim yang tidak mendukung kegiatan tersebut. Sebagai contoh, petani yang tidak bisa menanam padi di musim kemarau dan nelayan kecil yang tidak dapat melaut saat musim hujan, 4) Setengah pengangguran ditandai dengan keadaan di mana seseorang bekerja paruh waktu, sehingga separuh waktu produktifnya terbuang untuk menganggur. Hal ini umum terjadi di Eropa dan Amerika, di mana banyak orang berpindah ke kota dan hanya mendapatkan pekerjaan paruh waktu karena keterampilan yang rendah. Mendorong kewirausahaan dapat menciptakan peluang kerja baru dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pertumbuhan populasi yang tinggi menambah beban rasio ketergantungan, sehingga perlu diupayakan pengendalian pertumbuhan penduduk (Setiawan et al., 2024).
Pengangguran disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidakseimbangan antara pekerja dan lapangan pekerjaan, kurangnya pendidikan dan keterampilan, kualitas sumber daya manusia yang kurang mumpuni, kompetensi pelamar kerja tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, adanya pemutusan hubungan keja (PHK). Jumlah penduduk yang besar menjadi sebuah tantangan bagi Indonesia dalam mengatasi masalah pengangguran. Indonesia memerlukan banyak lapangan pekerjaan dengan daya serap tinggi sebagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia (Rofiq & Hidayatullah, 2024).
Ketiadaan pendapatan membuat penganggur terpaksa mengurangi pengeluaran konsumsi barang dan jasa, yang berakibat pada penurunan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat berdampak buruk secara psikologis bagi penganggur dan keluarganya. Selain itu, tingkat pengangguran yang sangat tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, keamanan, dan sosial, yang pada gilirannya mengganggu proses pembangunan (Sejati, 2020).
Pengangguran erat kaitannya dengan kemiskinan. Keduanya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi negara. Oleh karena itu masalah kemiskinan dan pengangguran penting untuk segara di tuntaskan. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara khususnya pada pembangunan perekonomian. Suatu negara dikatakan berhasil dalam membangun perekonomian jika angka kemiskinan rendah, terjadi pemerataan pendapatan, dan mampu memfasilitasi lapangan pekerjaan yang memadai.
Berdasarkan data dari badan pusat statistik ( BPS) tahun 2023 Indonesia memiliki sebanyak 582.023 perawat. Dari jumlah tersebut tidak semua perawat bekerja, sebagian perawat yang lulus dari pendidikan keperawatan tidak bekerja atau menganggur. Berdasarkan data kemenkes, setiap tahunnya rata-rata kemenkes menerbitkan sekitar 63.000 STR dan hanya 12.000 perawat yang dapat terserap di Indonesia (Ahmad, 2024).Dikutip dari (Kumparan.com, 2023), Ketua DPW PPNI Jawa Timur mengatakan setiap tahun terdapat kurang lebih sebnayak 22 ribu – 40 ribu lulusan perawat mengangngur.
Strategi untuk mengurangi angka pengangguran di Indonesia dengan cara melakukan strategi dengan social partnership. Richard Hyman (2001) dalam bukunya Understanding European Trade Unionism: Between Market, Class and Society mengungkapkan bahwa konsep social partnership awalnya dikenal di Austria di awal 1900-an. Mnurut Ackers & Payne (2011) ada tiga prinsip social partnership yang perlu diperhatikan: (1) pelibatan serikat pekerja sebagai sentral hubungan industrial; (2) partisipasi pekerja berdasarkan hak-hak pekerja; dan (3) keterlibatan seluruh pihak terkait (stakeholder) di level nasional. Isu utama yang harus segera diatasi adalah penciptaan lapangan kerja bagi 70% populasi yang berada dalam usia produktif. RUU Cipta Kerja, yang dirancang untuk menyelesaikan masalah ini, ditolak secara tegas oleh serikat pekerja. Penolakan ini terjadi karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU, sehingga aspirasi mereka tidak terwakili dalam dokumen tersebut.
Selain itu, penciptaan lapangan kerja seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek mendapatkan pekerjaan, tetapi juga harus sesuai dengan prinsip "kerja layak" (decent work) yang telah dipromosikan oleh International Labour Organization (ILO). Fleksibilitas dalam pasar tenaga kerja, yang terlihat melalui penggunaan tenaga kerja kontrak, dapat menjadi praktik yang berbahaya jika tidak disertai dengan jaminan sosial yang memadai dan pengembangan keterampilan pekerja yang menyeluruh (Rachmawati, n.d.).
Dalam mengatasi perawat yang menganggur, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ekspor tenaga kesehatan khusunya perawat keluar Negeri. Dikutip dari (Antaranews.com, 2023) banyak negara Asia dan Asia Tenggara kecuali Indonesia mengalami kekurangan perawat pasca pandemi COVID-19. Saleh Alwaini, seorang CEO Binawan Group mengatakan pada 2030 akan terjadi defisit tenaga perawat sebnayak 2,5 juta orang di negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Toary Ceacer Fransiskus Worang mengatakan Jernam telah mengalami penurunan populasi yang telah berlangsung sejak tahun 1970, diperkirakan akan membutuhkan tenaga kesehatan perawat sekitar 3 juta orang hingga tahun 2060 (perawat.org, 2024). Berdasarkan data Estimasi Supply dan Demand di World Health Organization Region tahun 2030 dari total sebanayak 165 negara membutuhkan sebanyak 15.501.212 perawat. 165 negara tersebut terdiri dari negara Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat (Ahmad, 2024).
Dari pernyataan tersebut dapat dilihat besarnya peluang perawat untuk bekerja di luar Negeri. Strategi partnership dapat digunakan untuk memaksimalkan peluang tersebut. Diharapkan ketenagakerjaan Indonesia dapat menjalin kerjasama dengan instansi luar negeri yang mengalami kekurangan tenaga kesehatan khusunya perawat. Saran penulis seharusya ketenagakerjaan Indonesia memiliki data mahasiswa dari seluruh Perguruan tinggi di Indonsesia agar dapat mengekstimasi jumlah lulusan setiap tahunnya dan memiliki data kebutuhan tenaga kerja perawat di Inonesia dan kebutuhan tenaga kesehatan khususnya perawat di luar negeri. Diharapkan ketenagakerjaan Indonesia memberikan jembatan untuk perawat Indonesia bekerja di luar negeri sehingga pengangguran perawat di Indonesia mengalami penurunan.(*)
Ira Nurfadilah,Fatih Elhadi Assyafei dan Nadia Risnan Putri.