Sejarah Perayaan Hari Kemerdekaan RI di Istana Merdeka
Setiap tahun di tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia selalu merayakan hari bersejarah. Yaitu, memperingati Hari Kemerdekaan RI, di mana Indonesia telah dibelenggu oleh penjajah selama 350 tahun.
Selain itu, satu hal yang selalu dinanti oleh masyarakat adalah upacara peringatan detik-detik proklamasi di Istana Merdeka Jakarta. Biasanya upacara dipimpin oleh kepala negara serta dihadiri oleh para tokoh nasional, mantan-mantan presiden dan wakil presiden, serta pejuang kemerdekaan.
Layaknya merayakan sebuah kemenangan, upacara di istana ini merupakan buah karya arsitek Hindia Belanda Jacobus Bartholomeus Drossares. Saat itu ia selalu menampilkan kegagahan pasukan TNI/Polri peserta upacara serta atraksi-atraksi kesenian nasional yang sungguh memikat.
Namun, tidak banyak yang tahu kapan Istana Merdeka pertama kali dijadikan lokasi peringatan detik-detik proklamasi. Bangsa Indonesia justru lebih mengenal rumah pribadi Proklamator Soekarno di Jl Pegangsaan Timur nomor 56.
Mengutip penjelasan di website Kementerian Sekretariat Negara, upacara perayaan kemerdekaan pertama kali diadakan di Istana. Di mana istana tersebut memiliki seluas 2.400 meter persegi itu pada 17 Agustus 1950.
Momentum itu bertepatan kembalinya Soekarno dari pengasingannya di Pulau Bangka pada awal 1950 selepas peristiwa Konferensi Meja Bundar. Keadaan itu terjadi oada Desember 1949, yabg sebagai pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda.
Sebelumnya, Belanda sempat melancarkan Agresi Militer I sebagai upaya merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Seperti dikisahkannya kepada Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Soekarno pun menginjakkan kaki pertama kali di Paleis te Koningsplein pada 7 Juli 1950. Masyarakat saat itu mengenalnya sebagai Istana Gambir karena terdapat banyak pohon gambir (Uncaria) di sekitarnya.
Selain itu, ia juga memerintahkan pemasangan tiang bendera setinggi 17 meter. Pemasangan tinang dimaksudkan untuk mengibarkan bendera merah putih yang telah dijahit ulang oleh Husein Mutahar.
Awalnya bendera hasil jahitan Fatmawati tersebut terpaksa dipisahkan kedua warnanya saat peristiwa serangan Belanda di Agresi Militer I. Dalam halaman 389 cetakan keempat Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Saat itu diceritakan bahwa sebagai simbol negara, bendera tersebut harus diselamatkan untuk dikibarkan kembali pada waktunya. Soekarno pun memerintahkan Mutahar selaku ajudan pribadinya, untuk menyelamatkan bendera pusaka tersebut dan meletakkan di dalam sebuah peti besi.
Sebelum ke Yogakarta, Soekarno meminta pencipta lagu Syukur tersebut menyerahkan kembali bendera tersebut kepada dirinya di lain kesempatan. Tetapi, pencipta lagu Hari Merdeka ini tidak hilang akal.
Demi menyelamatkan merah putih dari sitaan tentara Belanda, tentara berpangkat mayor laut itu pun membuka kembali jahitan bendera. Lembaran kain warna putih ia sembunyikan di dalam bajunya dan kain merah ia selipkan ke tas pakaian.
Setelah situasi aman, Mutahar yang kelahiran Semarang, 5 Agustus 1916 itu menjahit kembali lembar kain merah dan putih menjadi bendera pusaka di bekas lubang jahitan awal. Pada Juni 1948, Soekarno yang berada di pengasingan Pulau Bangka meminta ajudannya tadi mengirimkan bendera pusaka kepadanya.
Bahkan, R Soedjono pun mendapat amanah menerbangkan bendera yang telah dibungkus koran kepada Soekarno. Bendera itu juga yang akhirnya dikibarkan pertama kali pada 17 Agustus 1950 di Istana Merdeka.
Nama yang dipilih Soekarno menggantikan Istana Gambir. Nasib serupa juga dilakukan terhadap Istana Rijswijk yang berada di belakang Istana Merdeka dan oleh Sang Proklamator diberi nama baru Istana Negara.
Ketika pertama kali memasuki Istana Merdeka, Soekarno mendapati kondisinya berantakan. Itu terjadi setelah ditinggal pergi penghuni terakhirnya, Louis Joseph Maria Beel selaku Komisaris Tinggi Pemerintah Kerajaan Belanda di Indonesia.
Beel yang juga Perdana Menteri Belanda era 1946-1948, menjabat Komisaris Tinggi sejak 29 Oktober 1948 sampai 18 Mei 1949. Saat itu, ia menggantikan peran Hubertus Johannes van Mook selaku gubernur jenderal terakhir Hindia Belanda.
Mook angkat kaki dari Istana Gambir pada 1 November 1948 setelah memimpin Hindia Belanda sejak 14 September 1941. Upacara penaikan bendera pusaka di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1950.
Dan hal itu adalah ketiga kalinya sejak di Pegangsaan Timur pada 1945, dan setahun setelahnya, 17 Agustus 1946. Tepatnya di halaman Gedung Agung, Yogyakarta.
Hal itu terjadi karena meski telah merdeka, situasi di Jakarta masih belum aman untuk diadakan upacara 17 Agustus. Serta akan menyebabkan Soekarno dan Mohammad Hatta selaku pemimpin Indonesia pindah ke Kota Gudeg.
Di mana akhirnya memfungsikan Gedung Agung buatan tahun 1869. Gedung tersebut digunakan sebagai istana kepresidenan sementara pada saat itu. (*)