Studi: Konsumsi Makanan Cepat Saji Bisa Ubah Fungsi dan Perilaku Otak
Selasa, Juli 30, 2024
Sebuah studi baru mengemukakan bahwa mengonsumsi makanan cepat saji berkalori tinggi, bergula, dan berlemak dapat mengubah fungsi dan perilaku otak.
Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Michigan ini dinilai penting untuk membantu menemukan cara melawan obesitas yang terus meningkat di seluruh dunia.
Dipublikasikan di Neuropharmacology, para peneliti melibatkan tikus laboratorium sebagai objek penelitian. Melalui studi ini, peneliti ingin melihat perbedaan pada bagian otak nucleus accumbens antara tikus yang rentan obesitas dan yang resisten terhadapnya.
Nucleus accumben merupakan bagian otak yang mengelola kecanduan dan berperan besar dalam melepas dopamine, zat kimia yang mengatur mood seseorang. Para peneliti membagi tikus jantan menjadi tiga kelompok.
Mereka yang diberi makan chow lab standar, mereka yang diberi junk food, dan mereka yang diberi junk food diikuti dengan chow biasa. Makanan junk food tersebut mirip dengan makanan manusia berkalori tinggi, termasuk makanan seperti keripik dan biskuit.
Tikus-tikus tersebut menjalani tes untuk melihat bagaimana mereka merespons isyarat makanan dan motivasi mereka untuk mencari makanan. Tikus yang rentan terhadap obesitas menunjukkan motivasi yang lebih rendah untuk mencari makanan ketika diberi junk food, tetapi meningkatkan perilaku untuk mencari makanan setelah tidak diberi junk food.
Adapun tikus yang resisten terhadap obesitas tidak menunjukkan perubahan signifikan setelah tidak diberi makanan junk food. Studi otak menunjukkan peningkatan aktivitas CP-AMPAR dalam nucleus accumbens tikus yang rentan terhadap obesitas setelah kekurangan asupan junk food, yang terkait dengan input dari korteks prefrontal medial (mPFC).
Temuan ini menjelaskan mekanisme saraf di balik perubahan perilaku ini. Studi ini juga menunjukkan mengonsumsi junk food dan kemudian menghentikannya dapat menyebabkan perubahan signifikan pada otak dan perilaku, terutama pada mereka yang rentan terhadap obesitas.
"Temuan ini menunjukkan bahwa interaksi antara kecenderungan seseorang dan pola makan dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas," ungkap para peneliti.