Breaking News
---

Relawan TIK: Literasi Digital Harus Masuk Kurikulum Pendidikan

Kasus Judi Online yang mengancam anak anak menjadi perhatian serius berbagai kalangan. Kepala Bidang Komunikasi Publik Relawan TIK Indonesia Muhammad Arifin mengatakan, dalam konteks judi online pada anak bisa dikaitkan dengan game online yang digemari anak anak, sementara game online merupakan sebuh keniscayaan yang memang harus diterima orang tua. Karena game online merupakan sebuah industri kreatif, ketika hadirnya game online ini tidak mengganggu perkembangan anak dan tidak mengganggu kegiatan akademik, dan bahkan memiliki prestasi dan kreativitas pada bidang game online tersebut, maka pemerintah akan memberikan ruang yang baik.

Relawan TIK: Literasi Digital Harus Masuk Kurikulum Pendidikan

Ketika ditanya apakah orang tua bisa meminimalisir konten negative melalui gadget anak anak, Arifin mengatakan hal itu bisa saja dilakukan. 

“Dalam Konteks Etika Digital, harus ada kesepakatan bersama antara orang tua dan anak, misalnya anak SD boleh memegang Gadget sendiri, asalkan hanya untuk digunakan untuk keperluan tertentu, lalu orang tua punya control penuh secara langsung atau tidak langsung,” ucapnya dalam Dialog pagi Pro 1 Rabu (26/6/2024).

Tantangan terbesar yang dialami Relawan TIK dalam memberikan edukasi Literasi Digital adalah Kesenjangan pengetahuan SDM dan Kepedulian. Kesenjangan Pengetahuan SDM dilakukan sosialisasi, mitigasi, Teknik pencegahan dan lain sebaginya. Sementara terkait Kepedulian, karena disadari atau tidak korban judi online sebetulnya ada disekeliling kita, tapi apakah ada kepedulian dari orang sekitar.

“Sepengetahuan saya ada 2 indikator ciri anak kecanduan judi online, yang pertama anti sosial, sulit berinteraksi sosial, yang kedua dia akan bagaimana caranya mendapatkan uang, entah pinjam temannya, entah mengumpulkan uang saku, dan ini terjadi dicirebon, dimana ada orang tua yang ditagih teman teman anaknya,” ujarnya.

Bagi pegiat lterasi digital dan relawan TIK kurikulum sekolah tidak optimal atau maksimal. Karena literasi digital tidak masuk. Secara formal Muhammad Arifin beranggapan harusnya Literasi Digital masuk dalam kurikulum Pendidikan.(*)

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan