BREAKING NEWS :
Mode Gelap
Artikel teks besar

Marak Pernikahan Dini di Karawang Pemicu Lain Terbentuknya Mata Rantai Kemiskinan dan Stunting

Akhir-akhir ini telah heboh dengan satu kabar tingginya angka perceraian di Kabupaten Karawang dan itu katanya dipicu oleh maraknya perjudian online. Hal tersebut tidak bisa ditampik namun ada hal lain yang sama perlu ditelesuri lebih jauh dan sejatinya ada yang menjadi faktor pendukung mutlak terjadinya peristiwa perselisihan antara pasangan suami-istri atau meningkatnya krimintalitas termasuk berkembang biaknya perjudian dan kemiskinan,(1/10/23).

Bripka Fery Kurniawan, Pl. Kanit Binpolmas Satbinmas Polres Karawang saat berdialog dalam acara Jumat Berkah

Menurut Bripka Fery Kurniawan, Pl. Kanit Binpolmas Satbinmas Polres Karawang, bisa dikatakan semua terdampak dari perjudian oline termasuk tingginya angka perceraian. Namun ada satu kajian juga hasil dari kunjungan ke masyarakat ldisaat jajaran Binmas melakukan program Jumat berkah, Curhat atau sambang warga yakni maraknya pernikahan dini .

Pernikahan dini seringkali gagal karena kurangnya kematangan emosi dan pola pikir sehingga dapat merujuk ke arah perceraian terlebih salah satu pasangan misal suaminya terdampak judi online maka itu akan lebih cepat dalam mengambi keputusan untuk berpisah/berceria. Hal tersebut karena labilnya ekonomi,ungkapnya.

Sebuhan penelitian juga menunjukkan bahwa kemungkinkan terjadinya perceraian menurun 50% saat pernikahan dilakukan di atas 25 tahun dibandingkan dengan di bawah 20 tahun dan ketahui secara umum di Kabupaten karawang sangat sulit mencegah terjadinya pernikahan dini. Peristiwa tersebut akibat dorongan keadaan yang telah terjadi "peristiwa" dan minimnya pengetahuan warga perkara bahaya dari sebuah perbuatan kurang bagus yakni pernikahan dibawah umum atau pernikahan dini.

Masih dikatakannya, ada beberapa bahaya pernikahan usia dini baik itu dari Kesehatan maupun psikologis, sambung Mas Fery sebutan lain dari Kanit Binpolmas Satbinmas Polres Karawang tersebut, diantaranya yaitu risiko bayi lahir stunting. 

Ada hubungan antara usia ibu saat melahirkan dengan angka kelahiran stunting.Semakin muda usia ibu saat persalinan, akan semakin besar berpotensi melahirkan bayi yang stunting. 

Tak hanya itu, tegasnya, risiko dari pernikahan dini bagi remaja perempuan dapat menimbulkan meningkatnya angka putus sekolah, resiko kemiskinan makin tinggi, berisiko pada kesehatan reproduksi perempuan, Ibu mengalami anemia dan hipertensi, dapat terjadinya abortus, kekerasan seksual, meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, bayi mengalami berat badan lahir, dan dampak lain perkawinan usia anak memicu perceraian, karena secara fisik maupun mental memang belum siap, sehingga sering terjadi perselisihan dan sebagainya," ujarnya.

Tidak hanya masalah kesehatan, imbuh Mas Fery, nikah muda juga dapat menimbulkan masalah ekonomi atau keuangan kocar-kacir. 

Hal ini umumnya terjadi pada pria yang belum ada kesiapan secara mental dalam menanggung nafkah dan berperan sebagai suami dan ayah. Dampaknya, lingkaran kemiskinan baru dalam kehidupan bermasyarakat pun tercipta, terangnya.

Sudah menjadi rahasia umum, pernikahan dini juga telah menjadi masalah global yang kompleks dan data menyebut, secara global hampir 41.000 anak perempuan dipaksa menikah setiap hari. Dilansir dari laman resmi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pernikahan pada usia 12-21 tidak dibenarkan oleh Undang-Undang. 

Dan idealnya,tandas dari Mas Fery, perempuan disarankan menikah di atas umur 21 tahun karena tubuh dan psikologinya dinilai lebih siap. 

Pasalnya, pernikahan dini akan berdampak pada kesehatan jasmani, kesehatan, sosial hingga psikologis anak-anak perempuan maupun laki-laki. 

Maka dari itu, pencegahan pernikahan dini perlu dilakukan untuk meminimalisir banyak negatif yang diakibatkannya. Kesadaran berbagai stakeholder mulai dari orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah dapat mengubah kasus pernikahan dini dan mengakhiri praktik negatif ini ,pungkas Mas Fery.

Foto : Berbagai kegiatan dari Jajaran Binmas Polres Karawang

Sebagai bahan informasi, berikut cara pencegahan Pernikahan Dini secara umum: 

1.Menyediakan Pendidikan Formal Memadai Ketika anak-anak perempuan dan laki-laki mendapatkan kesempatan akses pendidikan formal yang memadai, maka pernikahan dini dapat dicegah. Setidaknya, minimal anak-anak dapat menyelesaikan pendidikan SMA sebelum menikah. 

Riset menunjukkan, meningkatnya tingkat pendidikan dapat mengurangi jumlah perkawinan anak. Mendapatkan akses ke pendidikan formal juga membuat anak-anak memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. 

Hal tersebut pada akhirnya dapat lebih memudahkan untuk mencari pekerjaan sebagai persiapan untuk menghidupi keluarga. 

2.Pentingnya Sosialisasi tentang Pendidikan Seks Kurangnya informasi terkait hak-hak reproduksi seksual menjadi salah satu alasan masih tingginya pernikahan dini di Indonesia. Mengedukasi anak muda tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi seksual penting untuk dilakukan. Hal tersebut tak lepas terjadi karena masih kurangnya pengetahuan tentang hubungan seksual yang dapat mengakibatkan komplikasi kehamilan hingga dipaksa untuk menikahi pasangan mereka. 

Penelitian Aliansi Remaja Independen pada 2016 menunjukkan bahwa 7 dari 8 anak perempuan di Jakarta, Yogyakarta dan Jawa Timur mengaku hamil sebelum menikah. Padahal, kehamilan di usia dini dapat meningkatkan kemungkinan meninggal dua kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang hamil di usia 20-an. 

3.Memberdayakan Masyarakat Agar Lebih Paham Bahaya Pernikahan Dini Orang tua dan masyarakat sekitar adalah stakeholder terdekat yang dapat mencegah terjadinya pernikahan dini. 

Oleh karena itu, penting untuk memberikan pemberdayaan kepada mereka terkait konsekuensi negatif dari pernikahan dini. 

Adanya pendidikan tersebut diharapkan dapat menginspirasi agar membela hak-hak anak perempuan dan tidak memaksanya untuk menikah dini.

4.Meningkatkan Peran Pemerintah Cara pencegahan pernikahan dini agar tidak timbulkan komplikasi kehamilan bisa dilakukan dengan mendorong peran pemerintah dalam meningkatkan usia minimum pernikahan. Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah mengatur bahwa perkawinan akan diizinkan apabila anak laki-laki dan perempuan telah mencapai usia 19 tahun. 

Kebijakan hukum lain yang dapat menjadi alat untuk mencegah pernikahan dini di antaranya seperti pencatatan akta kelahiran dan perkawinan. 

5.Mendorong terciptanya kesetaraan gender anak perempuan lebih rentan mengalami pernikahan dini lantaran persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap peran domestik atau rumah tangga. 

Keluarga dan masyarakat cenderung menganggap anak perempuan lebih siap untuk menikah ketika sudah bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. 

Sebaliknya, laki-laki justru lebih dibebaskan untuk menikah dan menjadikan kemandirian secara ekonomi sebagai kesiapan. Padahal, mau perempuan atau laki-laki memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihannya dalam menikah. 

Selain itu, perempuan juga memiliki hak untuk terus berkarya tanpa harus ditakuti dengan stigma “ jangan jadi perawan tua, nanti nggak ada laki-laki yang mau”.(*).

Posting Komentar