RUU ASN Tersirat Ubah Istilah Gaji hingga Kesetaraan Hak PNS
Komisi II DPR bersama dengan pemerintah telah sepakat Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau RUU ASN akan dibawa ke Rapat Paripurna mendatang untuk disahkan sebagai Undang-Undang.
Seluruh fraksi yang ada di Komisi II DPR baik dari partai oposisi maupun partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo kompak mendukung supaya RUU ASN disahkan menjadi UU, sehingga para ASN, baik PNS maupun PPPK memiliki payung hukum baru.
"Saya ingin tanya ke kita semua apakah kita bisa menyetujui RUU ini kita sahkan menjadi keputusan di Tingkat I dan kita sampaikan ke Rapat Paripurna untuk diteruskan pengambilan keputusan pada Tingkat II?" tanya Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, saat pengambilan keputusan di ruang Komisi II, Jakarta, kemarin.
Pertanyaan itu pun dijawab para anggota dewan setuju. "Setuju ya, alhamdulillahirobbil alamin," kata Doli sembari mengetok palu sidang seperti dikutip Rabu (27/9/2023).
Doli mengatakan, pembahasan RUU ASN terbilang cukup lama karena sudah dibahas sejak 2021. Ia pun memperkirakan, RUU ini menjadi salah satu aturan yang paling lama dibahas di antara RUU lainnya, sebab memakan waktu hingga 2,5 tahun. Oleh sebab itu, RUU ASN ini menurutnya bersejarah.
"Proses pembahasan RUU tentang ASN ternyata sudah membutuhkan waktu 2 tahun 9 bulan mulai rapat tingkat pertama 18 Januari 2021. Saya tidak tahu apakah ada UU lain yang melebih waktu pembahasannya, 2021-2023," ucap Doli.
Adapun ruang lingkup, sistematika, serta materi muatan RUU ASN dibacakan oleh Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU ASN Syamsurizal. Setidaknya terdiri 15 bab dan 76 pasal. Isinya pun terdiri dari 7 klaster agenda transformasi ASN.
Syamsurizal pun menyebutkan ketentuan per bab nya yang dibahas dalam Panja RUU ASN. Untuk Bab 1, ia mengatakan, berisi ihwal ketentuan umum yang mengatur tentang definisi ASN baik PNS dan PPPK, manajemen ASN, digitalisasi manajamen ASN, jabatan manajerial, dan non manajerial, pejabat pembina kepegawaian, pejabat yang berwenang, instansi pemerintah dan menteri, prinsip meritokrasi, serta sistem merit.
"Sehingga menghapus beberapa istilah, yaitu istilah sistem informasi, jabatan pimpinan tinggi, pejabat pimpinan tinggi, jabatan administrasi, pejabat administrasi, jabatan fungsional, pejabat fungsional, KASN, LAN, dan BKN," ucap Syamsurizal.
"Mengubah istilah gaji menjadi penghasilan, mengubah definisi atau batasan pengertian beberapa istilah yaitu istilah PPPK instansi daerah, menteri, dan sistem merit," tuturnya.
Selain menghapus dan mengubah beberapa istilah, Syamsurizal mengatakan, Bab 1 RUU itu juga menambah beberapa istilah, yaitu istilah manajemen ASN, digitalisasi manajemen ASN, jabatan manajerial, dan non manajerial, serta prinsip meritokrasi.
Kemudian, bab 2 tentang azas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku yang isinya mengatur penghapusan norma prinsip yang sudah tercantum dalam nilai dasar di UU sebelumnya, serta mengubah nilai dasar yang lebih operasional dan memperkuat core value ASN yaitu BerAKHLAK yang diperkenalkan Presiden Joko Widodo pada 27 Juli 2021
Nilai itu lalu berlaku untuk seluruh ASN, dan nilai BerAKHLAK kemudian dijabarkan dalam kode etik dan kode perilaku.
Bab 3 membahas tentang jenis dan kedudukan yang isinya mengatur jenis dan kedudukan pegawai ASN, menambah usulan norma baru yaitu tugas atau jabatan pemerintah tertentu, serta dapat pekerja secara penuh atau paruh waktu.
"Bab 4 mengatur tugas, fungsi, dan peran, tapi tidak ada perubahan," ujar Syamsurizal.
Lebih lanjut, bab 5 mengatur jenis jabatan ASN, mengelompokkan jenis jabatan menjadi dua, yakni manajerial dan non manajerial. Untuk jabatan manajerial terdiri dari jabatan pimpinan tinggi (JPT) utama, JPT madya, JPT pratama, jabatan administrasi dan jabatan pengawas.
Untuk non manajerial terdiri dari jabatan fungsional dan pelaksanaan, dan diatur pula secara khusus tentang pengisian jabatan ASN dari prajurit TNI maupun anggota Polri.
RUU ASN Bab 6 mengatur hak dan kewajiban ASN. Isi utamanya adalah menegaskan tidak adanya perbedaan hak dan kewajiban antara PNS dan PPPK, sehingga pegawai ASN berhak mendapat penghargaan dan pengakuan berupa material dan non material
Selain itu, ada perubahan komponen hak yaitu menjadi terdiri dari penghargaan dan pengakuan yang berasal dari penghasilan, penghargaan yang bersifat motivasi, tunjangan dan fasilitas jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri, serta bantuan hukum.
Bab 7 mengatur tentang kelembagaan, penataan kelembagaan dan menegaskan fungsi koordinasi PANRB terkait rencana kerja kementerian atau lembaga yang terkait dengan pengelolaan ASN. Bab ini juga tidak lagi menyebut nomenklatur KASN, LAN, dan BKN tapi hanya menyebutkan tugas dan fungsinya yang lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Presiden atau Perpres.
Bab 8 mengatur tentang manajemen ASN, menggabungkan manajemen PNS dan PPPK menjadi manajemen ASN, sehingga tidak ada perbedaan antara manajemen PNS dengan PPPK. PNS dan PPPK akan sama-sama memiliki pengembangan talenta, dan karir, serta jaminan pensiun.
Selain itu juga ada penambahan norma baru terkait dengan penerapan manajemen ASN yang bekerja di instansi pemerintah sesuai dengan karakteristik kelembagaan masing-masing.
Mengatur pula mengenai komponen manajemen ASN, perubahan kategori pemberhentian pegawai ASN, yaitu atas permintaan sendiri dan tidak atas permintaan sendiri, serta dalam rangka menindaklanjuti putusan MK Nomor 87 Tahun 2018 mengenai pemberhentian pegawai ASN.
Dikutip dari naskah RUU ASN, bab 9 berisikan tentang pegawai ASN yang menjadi pejabat negara dan mengatur tentang tindak lanjut terhadap putusan MK Nomor 41 Tahun 2014 terkait ketentuan pasal 119 dan 123 ayat 3 UU Nomor 5 Tahun 2014, serta putusan MK Nomor 8 Tahun 2015 terkait ketentuan pasal 124 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Kemudian, bab 10 mengatur tentang organisasi profesi ASN, dengan mengubah norma Korps Profesi Pegawai ASN menjadi Organisasi Profesi ASN. Transformasi organisasi profesi juga diatur melalui perluasan tujuan untuk meningkatkan motivasi kerja, keterikatan, dan semangat kolaborasi ASN, sehingga dapat meningkatkan kinerja yang lebih produktif, inovatif, dan kreatif dalam mencapai tujuan organisasi.
Di sisi lain, perluasan fungsi organisasi profesi untuk kemajuan kepentingan ASN dalam perumusan kebijakan mendorong keselarasan, dan penyelenggaraan manajemen ASN serta perbaikan kesetaraan dan lingkungan kerja ASN.
"Juga memberi ruang ke pemerintah untuk memperkuat dan transformasi organisasi profesi ASN dengan hanya menyebutkan tujuan dan fungsi secara umum tanpa menyebut nomenklatur," ucap Syamsurizal.
Bab 11 mengatur tentang digitalisasi manajemen ASN yang isinya mengenai digitalisasi ASN, mengubah sistem informasi ASN, dan memperluas cakupannya menjadi digitalisasi manajemen ASN yang terintegrasi secara nasional.
Selanjutnya, bab 12 mengatur penyelesaian sengketa pegawai ASN. Ketentuannya terkait pengajuan keberatan secara tertulis ke atasan, pejabat yang berwenang menghukum, dan ketentuan banding instansi yang diajukan ke badan pertimbangan ASN dihapus.
Bab 13 memuat pengaturan perihal larangan mengangkat pegawai non ASN dan sanksinya. Pengaturannya menambah ketentuan larangan pengangkatan pegawai non ASN dan sanksi yang dikenakan ke pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lainnya yang mengangkat pegawai non ASN.
Bab 14 ialah tentang ketentuan peralihan. Isinya mengenai perubahan peraturan pelaksana yang mengatur program pensiunan ASN tidak hanya PNS melainkan juga PPPK. Lalu menambah norma terkait penyelesaian pegawai non ASN yang diperpanjang sampai Desember 2024.
Terakhir, bab 15 menegaskan tentang pasal 135-138 dalam UU 5 2015 tentang ASN yang ditetapkan sudah tidak berlaku lagi. Lalu, mengatur tentang tidak disebutkannya nomenklatur kelembagaan tidak menyebabkan dihapusnya lembaga-lembaga seperti LAN dan BKN, tetapi tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya.
Sedangkan untuk KASN tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari UU yang mengatur mengenai kelembagaan. Nasib KASN akan masuk seperti ke unit-unit pengawasan di tiap-tiap instansi.
Sementara itu, dalam ketentuan ini, Syamsurizal mengatakan, kebijakan dan manajemen ASN yang diatur dalam UU ini dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan daerah tertentu dan warga negara berkebutuhan khusus.
"Ketentuan manajemen ASN dalam UU dilaksanakan paling lama 1 tahun terhitung sejak UU ini diundangkan. Digitalisasi manajemen ASN dilaksanakan secara nasional paling lama 1 tahun sejak UU diundangkan," ujar Syamsurizal.
Saat UU ini mulai berlaku, dia menekankan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik, dan penyelesaian penyelenggaraan, pelanggaran terhadap kode etik bagi jabatan fungsional tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini.
Ketika mulai berlaku pun semua peraturan perundangan yang merupakan peraturan perundangan dari pelaksanaan dari UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ditetapkan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan terhadap UU ini.
"Pada saat UU ini mulai berlaku, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, dan peraturan pelaksana dari UU ini harus ditetapkan paling lama enam bulan terhitung sejak UU ini diundangkan. UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," ujar Syamsurizal.
Dua Substansi
Setelah RUU disepakati untuk dibawa ke Rapat Paripurna, peserta rapat yang juga terdiri dari Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo, hingga Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi sepakat untuk mengeluarkan dua ketentuan yang tak menemukan kata sepakat selamat pembahasan RUU ini.
Dua substansi yang belum disepakati sehingga akhirnya dikeluarkan dari RU ini yaitu pengaturan PPPK Paruh Waktu, serta ketentuan konsultasi Peraturan Pemerintah (PP) mengenai manajemen ASN bagi ASN yang bekerja di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dengan DPR.
"Selain itu berdasarkan keputusan rapat panja yang menghendaki agar perubahan format RUU tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dengan format RUU perubahan menjadi RUU tentang ASN dengan format RUU penggantian ditegaskan dalam rapat kerja," tutur Syamsurizal.
Pada kesempatan itu, Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas pun menyampaikan terima kasih atas kesepakatan ini. Ia memastikan transformasi ASN yang akan dijalankan melalui 7 klaster dalam ketentuan RUU akan bisa dilaksanakan secara baik. 7 klaster transformasi itu ialah: