Masyarakat Kecil di Karawang Terlupakan
Selasa, November 05, 2013
Karawang-.PELITAKARAWANG.COM-.Datangnya bulan Muharam 1435 H yang jatuh pada hari selasa,tanggal 5 Novmber 2013 banyak hal yang ketemukan di lapangan, mulai dari kirab obor pada malam harinya jelang tahun baru Islam sampai keadaan masyarakat yang terlupakan oleh pemerintah daerah & desa.(05/11/2013).
Kaum Muslim kembali memasuki bulan Muharram, menandai datangnya kembali tahun yang baru; kali ini memasuki Tahun Baru 1435 Hijrah.
Memang, Tahun Baru Hijrah tidak perlu disambut dengan kemeriahan pesta.Namun demikian, sangat penting jika Tahun Baru Hijrah dijadikan sebagai momentum untuk merenungkan kembali kondisi masyarakat kita saat ini.
Tidak lain karena peristiwa Hijrah Nabi SAW. sebetulnya lebih menggambarkan momentum perubahan masyarakat ketimbang perubahan secara individual. Peristiwa Hijrah Nabi SAW. tidak lain merupakan peristiwa yang menandai perubahan masyarakat Jahiliah saat itu menjadi masyarakat Islam. Inilah sebetulnya makna terpenting dari Peristiwa Hijrah Nabi SAW.
Tidak lain karena peristiwa Hijrah Nabi SAW. sebetulnya lebih menggambarkan momentum perubahan masyarakat ketimbang perubahan secara individual. Peristiwa Hijrah Nabi SAW. tidak lain merupakan peristiwa yang menandai perubahan masyarakat Jahiliah saat itu menjadi masyarakat Islam. Inilah sebetulnya makna terpenting dari Peristiwa Hijrah Nabi SAW.
Ketidakmampuan kita memahami sekaligus mewujudkan makna terpenting Hijrah ini dalam realitas kehidupan saat ini hanya akan menjadikan datangnya Tahun Baru Hijrah tidak memberikan makna apa-apa bagi kita, selain rutinitas pergantian tahun. Ini tentu tidak kita inginkan.
Pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran; serta antara Darul Islam dan darul kufur. Paling tidak, demikianlah menurut Umar bin al-Khaththab ra. ketika beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. (HR Ibn Hajar).
Setelah Hijrahlah ketertindasan dan kemalangan umat Islam berakhir. Setelah Hijrah pula Islam bangkit dan berkembang pesat hingga menyebar ke seluruh Jazirah Arab serta mampu menembus berbagai pelosok dunia. Setelah Rasulullah saw. wafat, yakni pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin merambah ke luar Jazirah Arab.
Bahkan setelah Khulafaur Rasyidin—yakni pada masa Kekhalifahan Umayah, Abbasiyah, dan terakhir Utsmaniyah—kekuasaan Islam hampir meliputi 2/3 dunia. Islam bukan hanya berkuasa di Jazirah Arab dan seluruh Timur Tengah, tetapi juga menyebar ke Afrika dan Asia Tengah; bahkan mampu menembus ke jantung Eropa. Kekuasaan Islam malah pernah berpusat di Andalusia (Spanyol).
Dengan mengacu pada tiga makna Hijrah di atas, dengan mengaitkannya dengan kondisi masyarakat saat ini, kita melihat saat ini umat Islam hidup di dalam darul kufur, bukan Darul Islam. Keadaan ini menjadikan umat Islam membentuk masyarakat yang tidak islami alias masyarakat Jahiliah. Masyarakat Jahiliah tidak lain adalah masyarakat yang didominasi oleh pemikiran dan perasaan umum masyarakat yang tidak islami serta sistem yang juga tidak islami.
Dalam konteks zaman Jahiliah modern saat ini, kita melihat, yang mendominasi masyarakat adalah pemikiran dan perasaan sekular serta sistem hukum sekular, yang bersumber dari akidah sekularisme; yakni akidah yang menyingkirkan peran agama dari kehidupan. Saat ini masyarakat didominasi oleh pemikiran demokrasi (yang menempatkan kedaulatan rakyat di atas kedaulatan Tuhan), HAM, nasionalisme (paham kebangsaan), liberalisme (kebebasan), permissivisme (paham serba boleh), hedonisme (paham yang menjadikan kesenangan duniwai/ jasadiah sebagai orientasi hidup), feminisme (paham mengenai kesetaraan jender, pria-wanita), kapitalisme, privatisasi, pasar bebas, dll.
Perasaan masyarakat pun didominasi oleh perasaan ridha dan benci atas dasar pandangan hidup sekular. Mereka meridhai semua yang bersumber dari akidah sekular dan sebaliknya membenci semua yang bertentangan dengan pandangan sekularisme; mereka meridhai demokrasi (yang menjunjung tinggi kedaulatan manusia) dan sebaliknya membenci kedaulatan Tuhan untuk mengatur manusia; mereka meridhai nasionalisme dan nation state (negara-bangsa) dan sebaliknya membenci ikatan ukhuwah islamiyah dan kesatuan kaum Muslim di bawah satu negara (Khilafah Islamiyah); mereka meridhai liberalisme (kebebasan), permissivisme (paham serba boleh), hedonisme (paham yang menjadikan kesenangan duniawi/jasadiah sebagai orientasi hidup), dan sebaliknya membenci keterikatan dengan syariah/hukum-hukum Allah dan menjadikan akhirat sebagai orientasi hidup mereka; mereka meridhai sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan manfaat, ekonomi ribawi, privatisasi, dan pasar bebas dan sebaliknya membenci sistem ekonomi Islam; mereka pun meridhai hukum-hukum kufur yang bobrok dan sebaliknya membenci hukum-hukum Islam—seperti hukum cambuk, hukum rajam, atau hukum potong tangan—yang mendatangkan keadilan dan rahmat bagi manusia.
Lebih dari itu, sistem yang mengatur masyarakat saat ini tidak lain adalah sistem yang juga bersumber dari akidah sekularisme. Sebaliknya, sistem Islam—yakni sistem ekonomi, politik, pemerintahan, peradilan, hukum, sosial, budaya maupun pertahanan dan keamanan negara yang bersumber dari akidah Islam—mereka campakkan. Itulah realitas masyarakat Jahiliah pada zaman modern saat ini.
Karena itu, upaya mengubah masyarakat Jahiliah menjadi masyarakat Islam, itulah di antara makna hakiki dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. yang harus kita realisasikan kembali saat ini. Caranya tidak lain dengan menggusur dominasi pemikiran, perasaan, dan sistem sekular di tengah-tengah masyarakat saat ini; kemudian menggantinya dengan dominasi pemikiran, perasaan, dan sistem Islam. Tanpa berusaha mengubah ketiga unsur tersebut di tengah masyarakat Jahiliah saat ini, masyarakat Islam yang kita cita-citakan tentu tidak akan pernah dapat diwujudkan.
Saat ini tidak ada satu pun negeri Islam yang layak disebut sebagai Daulah Islamiyah. Padahal kita tahu, di antara makna dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. adalah pembentukan Daulah Islamiyah, yang saat itu ditegakkan di Madinah al-Munawwarah.
Daulah Islamiyah yang dibentuk oleh Nabi saw.—yang dalam perjalanan selanjutnya setelah beliau wafat disebut sebagai Khilafah Islamiyah—tidak lain adalah sebuah negara yang memberlakukan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Karena itu, upaya membangun kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah ini seharusnya menjadi cita-cita bersama umat Islam yang betul-betul ingin mewujudkan kembali makna Hijrah dalam kehidupan mereka saat ini.
Saat ini keadaan umat Islam di seluruh Dunia Islam sangat memprihatinkan. Di negeri-negeri di mana kaum Muslim minoritas, mereka tertindas. Bahkan, kaum Muslim di Filipina (Moro), Thailand (Pattani), India (Kashmir), dan beberapa wilayah lain merupakan saksi nyata kesengsaraan dan ketertindasan umat Islam saat ini.
Bahkan di negeri-negeri yang kaya akan kekayaan alam, namun mereka tak berdaya, dengan mudah negeri mereka diduduki dan dijajah, lihatlah Afghanistan dan Irak. Mereka ditindas hanya karena satu alasan, yakni karena mereka Muslim; persis seperti orang-orang kafir Qurays dulu memperlakukan Nabi saw. dan para Sahabatnya ketika di Makkah. Mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memunculkan Islam, bahkan sekadar menampilkan identitas mereka sebagai Muslim.
Sebaliknya, kaum Muslim yang tinggal di negeri-negeri di mana mereka mayoritas pun, hukum-hukum Islam tidak bisa ditegakkan. Kaum Muslim yang berpegang teguh pada aturan-aturan Allah SWT disisihkan. Mereka yang konsisten dalam perjuangan menegakkan syariat Islam terus-menerus difitnah dengan berbagai cap yang menyudutkan seperti ekstremis, radikal, fundamentalis, bahkan teroris! Akibatnya, aspirasi Islam dibungkam dan para pejuangnya pun diburu, dijebloskan ke penjara, bahkan dibunuh.
Kaum Muslim saat ini hidup tertekan dalam “penjara besar”, yakni negeri mereka sendiri, yang telah dikuasai oleh sistem kufur yang dikontrol oleh negara-negara kafir Barat imperialis. Posisi umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaannya sejak zaman Nabi saw. sampai Kekhilafahan Ustmaniyah di Turki kini tinggal kenangan.
Apalagi setelah Peristiwa 11 September 2001, Islam dan kaum Muslim betul-betul menjadi ‘bulan-bulanan’ AS dan sekutu-sekutunya. Padahal, kita tahu, di antara makna dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. adalah bangkitnya kaum Muslim setelah mereka lama tertindas dan terzalimi (kurang-lebih 13 tahun) di negeri mereka sendiri, yakni Makkah, sebagaimana diisyaratkan oleh Aisyah ra. di atas.
Karena itu, agar kaum Muslim dapat benar-benar mewujudkan kembali makna Hijrah yang sebenarnya, tidak lain, umat ini harus segera melepaskan diri dari segala bentuk kezaliman sistem kufur dan kekuasaan negara-negara imperialis Barat kafir, yang nyata-nyata telah menimbulkan ketertindasan dan kemalangan kaum Muslim dalam berbagai bidang kehidupan. Semua itu tidak lain hanya mungkin diwujudkan dengan kembali berhijrah menuju Daulah Islamiyah.
Karena saat ini ditengah Islam tidak lagi diterapkan dalam kehidupan nyata dalam sebuah negara, maka tugas seluruh kaum Muslimlah untuk mewujudkannya kembali di tengah-tengah mereka. Caranya tidak lain dengan mengubah negeri-negeri Muslim saat ini yang berada dalam kungkungan sistem kufur, yakni sistem Kapitalisme-sekular, sekaligus menghimpunnya kembali dalam satu wadah negara, yakni Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah.
Hanya dengan mewujudkan kembali ketiga makna Hijrah di ataslah kekufuran akan lenyap digantikan oleh keimanan; kejahiliahan akan musnah tertutup cahaya Islam; darul kufur akan terkubur oleh Darul Islam; dan masyarakat Jahiliah pun akan berubah menjadi masyarakat Islam. Hanya dengan itu pula, insya Allah, umat Islam saat ini akan berubah dari umat yang terhina menjadi umat yang akan meraih kembali posisi terhormat sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT yg artinya;
" Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah." (QS Ali Imran [3]: 110).
Dan sampai detik ini belum ada data pasti walaupun ada belum tentulah benar terkait jumlah yatim piatu dan yatim termasuk kaum dhupa se Karawang,pasalnya pergerakan ekonomi di Karawang sangat cepat namun lambat dalam pengelolaan data rakyat miskin secara umum.
Hal itu ditengari banyak aparat desa bingung pada saat tim yayasan Pelita Karawang (YPK) mengadakan cek n ricek data-data calon penerima santunan akbar yang akan di laksanakan di Lamaran,13 November mendatang.
Dari aparat RT sampai Kades kalau di tanya berapa jumlah anak yatim patu di desanya atau di lingkungan ke RTan hampir rata-rata hanya terka dan duga, pas di sisir dilapangan jauh dari kebenaran.
Kurang empatinya "para pejabat. Karawang" sangat memprihatinkan dan hal ini perlu evaluasi dan konsuldasi agar ada satu gerakan pendataan ke mereka./berbagai sumber.(admin)
@Redaksi 2013
E Mail : pelitakarawang@gmail.com - redaksipelitakarawang1@gmail.com