GfOoTUz6TpM6Tfr9TUYpTpC6BY==
Light Dark
Polisi Diduga Lindungi Aktor Besar-Presiden SBY Diminta Turun Tangan

Polisi Diduga Lindungi Aktor Besar-Presiden SBY Diminta Turun Tangan

Daftar Isi
×
PELITAKARAWANG.COM Sikap kukuh kepolisian menyidik dugaan korupsi pengadaan simulator kemudi mobil dan motor dipertanyakan. Langkah polisi itu dicurigai sebagai upaya mengamankan aktor besar di balik perkara tersebut. 

Kecurigaan itu disampaikan Koalisi Masyarakat untuk Reformasi Polri. Peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz yang tergabung dalam koalisi menunjuk banyak catatan hitam atas dugaan tindak pidana yang melibatkan perwira tinggi Polri tersebut terhenti di tengah jalan. Kalaupun diproses,hanya sampai pada level pelanggaran kode etik. 

Di antara kasus yang ditangani Polri dan macet adalah kasus rekening gendut yang melibatkan 17 perwira polisi, kasus suap Adrian Waworuntu senilai Rp 1,7 triliun yang menyeret Brigadir Jenderal (Pol) Samuel Ismoko, kasus pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, serta pengadaan jaringan radio dan alat komunikasi Mabes Polri tahun 2002 sampai 2005. “Kalau Polri juga melakukan penyidikan,maka aktor besar itu tidak akan terungkap,” ujar Donal dalam pernyataan sikap Koalisi Masyarakat untuk Reformasi Polri di Kantor Transparency International Indonesia, Jakarta,kemarin. 

Berdasar kecurigaan dan fakta tersebut, koalisi melihat tidak ada pilihan lagi bahwa kasus tersebut sudah seharusnya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka pun meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera turun tangan dengan menginstruksikan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo untuk melepaskan kasus tersebut dan menyerahkannya kepada KPK.

“Presiden jangan diam,” tandas Taufik Basari, anggota koalisi lainnya. Taufik pun kembali mengingatkan bahwa polisi akan melanggar Pasal 50 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK jika bersikeras meneruskan kasus tersebut. Dalam pasal itu disebutkan kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan jika KPK sudah mulai melakukan penyidikan. 

Di pasal itu pula, jika penyidikan dilakukan bersamaan antara kepolisian dan KPK,penyidikan yang dilakukan kepolisian harus segera dihentikan. Guru besar hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana sepakat bahwa Presiden SBY mesti segera bertindak meminta Polri mematuhi Undang-Undang KPK dan segera menyerahkan kasus dimaksud ke KPK. 

”Ketegasan ini harus dilakukan di tengah kesan keengganan Polri untuk melimpahkan kasus dugaan korupsi simulator ke KPK,” kata Hikmahanto yang merupakan mantan anggota Tim 8 di Jakarta kemarin. Menurut dia, tindakan SBY dibutuhkan agar kasus “cicak vs buaya” tidak terulang.Kondisi masyarakat yang terbelah akibat kasus hukum yang mencuat harus dihindari. Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengatakan, Presiden harus turun tangan mencegah perlawanan terhadap KPK meluas. 

Presiden bisa memanggil pimpinan Polri untuk menyelesaikan masalah ini. ”Nasib penegakan hukum dipertaruhkan, ada baiknya Presiden turun tangan. Kepolisian kanberada di bawahnya,” ujar Akil. Menurutnya tidak ada alasan untuk menghalangi penyidikan KPK atas kasus simulator SIM. Semua aturan perundangan menegaskan bahwa KPK berhak untuk melakukan penyidikan tersebut meski polisi mengklaim terlebih dahulu melakukannya. 

Bagaimana sikap Presiden? Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menegaskan, Presiden SBY tidak akan mengintervensi penanganan kasus korupsi simulator SIM yang dilakukan KPK dan kepolisian. Menurut Julian, tiap pihak yang beperkara itu memiliki dasar dalam penanganan kasus tersebut. Untuk itu, Presiden telah memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto untuk berkomunikasi dengan Kapolri dan pimpinan KPK agar kedua lembaga tersebut bersinergi. 

Dia lantas mengingatkan bahwa KPK,kejaksaan, dan kepolisian telah memiliki nota kesepahaman (MoU) atas mekanisme penanganan perkara. “SampaisaatiniKPKdankepolisian telah bekerja dan bersinergi. Kalau ada persepsi atau pandangan ada dispute perbedaan yaitu pandangan.Yapada kenyataannya kan mereka sedang bekerja. Biarkan mereka berjalan,biarkan sistem bekerja dan nanti kita lihat bagaimana hasilnya,”kata Julian. 

Dari pihak KPK,mereka berencana kembali mengadakan pertemuan dengan pimpinan Polri. Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut direncanakan berlangsung pekan depan. ”Pimpinan akan bertemu lagi dengan pimpinan Polri mengenai kesimpangsiuran ini. Menurut mereka, tidak perlu ditanggapi semua, ada proses duduk bersama,”kata Johan di Jakarta kemarin. 

Dia berharap pertemuan pimpinan KPK dan Polri mampu mengurai kesalahpahaman komunikasi yang terjadi selama ini. Menurut dia, KPK tetap menjaga semangat dalam nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani bersama dengan Polri. Sebelum melakukan upaya paksa terkait penyidikan kasus dugaan korupsi simulator SIM tersebut, lanjutnya, pimpinan KPK sudah menemui pimpinan Polri. ”Semangatnya MoU ini kan soal persepsi. 

Karena itu pertemuan pimpinan KPK dan Polri diharapkan bisa mengurai mispersepsi yang muncul selama ini,”tuturnya. Seperti diketahui, penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator kemudi mobil dan motor tahun anggaran 2011 menjadi rebutan kepolisian dan KPK. Setelah KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka,polisi juga turut menetapkan sejumlah tersangka pada kasus tersebut. 

Mereka adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Brigjen Pol Didik Purnomo,Ketua Panitia AKBP Teddy Rusmawan, Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang, Dirut PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, dan Bendahara Korps Lalu Lintas Polri Kompol LGM. Yang janggal, dalam rilisnya tersebut, Mabes Polri tidak menyebut keterlibatan Djoko Susilo. 

Polisi mengambil langkah tersebut dengan dalih sudah melakukan pengusutan terlebih dulu. Selain merilis sendiri nama tersangka,polisi sempat menghalang- halangi penyidik KPK saat akan menggeledah kantor Korps Lalu Lintas di Jalan MT Haryono Jakarta dan saat akan membawa keluar sejumlah berkas yang dibutuhkan (1/8). Untuk menyelesaikan kemelut tersebut, pimpinan KPK menemui Kapolri. 

Polisi Bersikukuh 

Dari Markas Besar Polri,Kepala Badan Reserse Kriminal Komjen Pol Sutarman menegaskan pihaknya tetap akan menangani kasus ini dengan lima tersangka yang sudah ditetapkannya.“ Sebelum ada ketentuan beracara yang mengatur tentang kami tidak boleh melakukan penyidikan atau melalui keputusan pengadilan bahwa penyidik Polri tidak berwenang menyidik kasus yang sedang atau bersamaan ditangani KPK, kami akan tetap melakukan penyidikan,” ujar Sutarman dengan nada agak emosional. 

Menurut dia, penyidikan yang dilakukan Bareskrim berdasar UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Polisi,tegasnya, bertanggung jawab terhadap penegakan UU tersebut. “Karena memang pada waktu kita ketemu sudah sepakat bahwa penyidikKPK, waktuitupimpinan KPK sendiri,subjek hukumnya itu,disampaikan oleh Pak Bambang Widjojanto, dia menyidik DS. 

Oleh karenanya Polri menyidik yang lain dan ini yurisprudensinya sudah ada. Makanya jawaban Pasal50ayat1– 4itu sudah ada,”papar Sutarman. Yurisprudensi yang dimaksud Sutarman adalah kasus penyalahgunaan APBD Kabupaten Langkat dengan tersangka Syamsul Arifin,mantan Bupati Langkat yang kala itu menjabat sebagai gubernur Sumatera Utara. Saat itu, KPK menyidik Syamsul sebagai penyelenggara negara, sementara untuk pihak-pihak lainnya di luar pejabat negara ditangani Kejati Sumatera Utara.

“Polri tidak menjadikan DS sebagai tersangka karena memang kesepakatan untuk DS ditangani KPK,”tutur dia. Sutarman lantas menjelaskan Polri mulai menangani kasus ini sejak 21 Mei 2012 sesuai dengan Surat Perintah Penyelidikan No 55/V/2012/Tipidkor. Polri sudah melakukan interogasi dan pengambilan keterangan terhadap 33 orang. Dalam interogasi, saksi Sukotjo S Bambang mengatakan sudah menyerahkan data kepada KPK. 

Bareskrim juga sempat menyurati KPK untuk meminta data dan informasi yang dimiliki KPK tentang hasil pengumpulan bahan keterangan dalam perkara ini. Pengamat hukum Asep Irwan Iriawan menilai apa yang dikatakan Sutarman tak sesuai dengan ketentuan hukum.Menurutnya, penyidikan Polri yang mengacu pada KUHAP menyalahi ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyidikan perkara korupsi.

“Dalam hukum dikenal lex specialis lex generalis, artinya hukum khusus mengesampingkan hukum umum.Maka KUHAP menjadi tidak berlaku karena korupsi diatur UU KPK dan UU Tipikor. Maka, Polri jika tetap menyidik melanggar hukum itu sendiri,” papar Asep. Dia menjabarkan, dalam kasus ini KPK adalah yang paling berwenang untuk menangani kasus dan Polri harus segera menghentikan penyidikan tanpa menerbitkan SP3. sindok www.pelitakarawang.com

0Komentar