Breaking News
---

Kemiskinan Terus Membelenggu,Realisasi Pembangunan Di Karawang Lambat

PELITAKARAWANG.COM,KARAWANG.Pemkab Karawang hingga memasuki triwulan ketiga, atau tepat diusia daerah lumbung padi Jawa Barat ini menginjak tahun ke 378, menurut politisi dari PKB, HM. Solihin, belum ada gebrakan yang cukup membanggakan. Karena dari sekian program yang berjalan, menurutnya, sebagian kecil tindaklanjut program sebelumnya yang telah dirintis pemerintahan kemarin. Malah terkait penanggulangan kemiskinan, sebut dia, belum dianggap berhasil jika sekadar membanggakan keberhasilan penyaluran raskin.

"Sebaiknya Pemkab memfokuskan orientasi pembangunan, terutama untuk meningkatkan PAD kepada 3 sektor. Yaitu, pertanian, kelautan, dan pariwisata. Ini potensi Karawang yang sangat mungkin masih bisa dikembangkan guna mendongkrak pendapatan bagi kas daerah. Kalau mau jujur, ketiga potensi tersebut masih terkesan hanya sebatas seremonial. Belum mengarah ke upaya lebih serius. Apalagi di antara sektor-sektor itu pada kenyataannya selalu sering memunculkan permasalahan," ujar Solihin.

Mengomentari penyerapan belanja tidak langsung atau belanja publik yang diklaim Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) telah terealisasi Rp 720 miliar dari target Rp 1,052 triliun, Solihin merasa perlu mempertanyakannya. Sebab berdasarkan angka persentase, pos belanja pembangunan bagi kepentingan masyarakat ini berarti telah mencapai 60 persen. Secara kasat mata, diketahui Solihin, hingga kini belum ada realisasi pembangunan yang sedang ditunggu masyarakat secara optimal.

"Sebaliknya, saya lebih melihat bahwa realisasi pembangunan belum nampak. Jadi darimana angka penyerapan sampai 60 persen itu? Bukan hanya saya, masyarakat sendiri pasti akan bilang kalau pembangunan di Karawang terlambat. Keterlambatan ini saya kira lebih kepada lemahnya manajemen di level 1 dan 2. Yakni, bupati dan para kepala OPD. Karena pada era pemerintahan Dadang S. Muchtar birokrasinya masih tetap orang-orang ini. Uang atau anggaran yang dimiliki kas daerah juga tidak jauh beda, bahkan sekarang naik menjadi Rp 1,9 triliun dari sebelumnya Rp 1,7 triliun. Tapi hasilnya masih morat-morit," nilai Solihin.

Sehingga ia berani menyebut, kondisi demikian terjadi akibat salah urus. Solusi yang ditawarkan dia, sebaiknya bupati segera melakukan evaluasi kinerja terhadap dinas, badan, atau kantor (OPD) dengan mengoptimalkan peran dan fungsi Inspektorat agar kesalahan ini tidak terulang kedua kalinya. Bagi OPD yang berprestasi, maka bupati berkewajiban memberikan reward atau penghargaan. Sedangkan yang prestasinya buruk, hemat Solihin, bupati tidak boleh ragu untuk mengambil tindakan mengganti pejabat bersangkutan.

"Hal lain yang perlu dilakukan, bupati agar dapat menempatkan orang (pegawai -red) sesuai dengan keahliannya. Makanya perlu dibuatkan job analisis. Sehingga siapa mengerjakan apa, hasilnya seperti apa, akan mudah diukur. Besarnya potensi Karawang, baik potensi SDM maupun SDA (sumber daya alam -red) harus diimbangi profesionalitas para pelaksana kebijakan. Setelah itu, outputnya masyarakat Karawang bisa menikmati pembangunan dengan baik," saran Solihin. 

Kesehatan Paling Buruk

Sementara itu, keberadaan industri dan pertanian yang mendominasi aktivitas ekonomi warga belum banyak membantu Kabupaten Karawang bebas dari belenggu kemiskinan. Faktor budaya dan "miskin warisan" membentuk pola kemiskinan kultural dan natural yang terus berlangsung. Jumlah rumah tangga miskin di daerah ini masih tinggi. Selain terbentuk karena proses alami, angka kemiskinan di Karawang sulit ditekan karena faktor budaya. Kondisi ekonomi sejumlah keluarga tak lekas membaik meski telah beberapa kali mendapat bimbingan dan stimulus dari pemerintah.

Ada keluarga yang menerima beberapa jenis bantuan kredit, bantuan teknologi tepat guna, bantuan langsung tunai, sekaligus jaminan kesehatan masyarakat miskin beberapa tahun berturut-turut. Namun, mereka tetap miskin, ingin selalu mendapat bantuan, dan tidak mengelola sebagian penghasilannya untuk keperluan produktif.

Sejumlah keluarga mewarisi kemiskinan orangtuanya. Akibat keterbatasan ekonomi, anak-anak mereka putus sekolah, sulit mencari pekerjaan, dan akhirnya jatuh pada lubang yang sama. Mereka umumnya tinggal di desa-desa di pesisir utara Karawang. Ironi

Tingginya angka kemiskinan di Karawang adalah ironi. Dengan luas sawah mencapai 52 persen dari total wilayah dan 87 persen di antaranya berpengairan teknis, Karawang mampu memproduksi lebih dari 1,137 juta ton gabah kering panen atau 636.978 ton beras per tahun. Jumlah itu menyumbang sekitar 11,08 persen bagi produksi Jabar.

Sektor industri juga terus tumbuh sejak ditetapkan sebagai wilayah pengembangan industri tahun 1989. Kini terdapat sekitar 500 perusahaan yang tersebar di sejumlah kawasan industri di Karawang dan menyerap seperempat angkatan kerja dari total sekitar 800.000 orang.

Dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Barat, kabupaten/kota di Jawa Barat memang sebagian besar tergolong dalam klasifikasi menengah tinggi, yaitu sebanyak 14 kabupaten/kota dari 22 kabupaten kota yang ada atau sekitar 67 %. Sedangkan sisanya sebanyak 7 kabupaten / kota berada pada klasifikasi menengah rendah. Meskipun tidak ada kabupaten / kota yang tergolong berderajat kemiskinan tinggi, akan tetapi juga tidak ada satupun kabupaten/kota yang berderajat kemiskinan rendah. Dengan komposisi seperti itu bisa dikatakan bahwa tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Barat secara relatif hampir sama.

Dari nilai IKM kabupaten/kota di Jawa Barat, masih terindikasikan bahwa daerah perdesaan yang direpresentasikan oleh daerah kabupaten masih menjadi konsentrasi penduduk miskin. Kenyataan tersebut terlihat dari mayoritas kabupaten yang berada pada klasifikasi menengah tinggi. Dari 16 kabupaten di Jawa Barat, hanya 3 kabupaten yang berada pada klasifikasi menengah rendah. Itupun dengan catatan untuk Kabupaten Bogor dan Kabupaten Ciamis mempunyai nilai yang hanya 0,1 di bawah klasifikasi menengah tinggi, yaitu mempunyai nilai indeks 25,9. Satu kabupaten lainnya dalam klasifikasi ini yaitu Kabupaten Bekasi dengan nilai indeks 22,4.

Sebaliknya untuk daerah-daerah dengan predikat kota mayoritas berada pada klasifikasi menengah rendah. Hanya Kota Bogor yang berada pada klasifikasi menengah tinggi dengan nilai indeks 27,1.

Dari analisis indikator dan variabel peyusun IKM dapat dilihat untuk indikator kesehatan kabupaten / kota yang mempunyai indikasi kesehatan paling buruk di Jawa Barat adalah Kabupaten Majalengka, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cirebon. Untuk variabel Penduduk Meninggal Sebelum Usia 40, Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Karawang mempunyai persentase yang paling besar, yaitu masing-masing sebesar 27,9 % untuk Kabupaten Garut dan 22,7 % untuk Kabupaten Sukabumi dan Karawang. Sedangkan untuk variabel Balita Berstatus Gizi Kurang, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang mempunyai persentase bayi berstatus gizi kurang paling besar, yaitu sebesar 37,3 % dan 34,8 %.

Berdasarkan penelaahan terhadap nilai indeks kemiskinan manusia di atas, kabupaten/kota di Jawa Barat bisa melihat tingkat kemiskinan di daerahnya masing-masing relative. Disamping itu, juga bisa melihat pada variabel apa daerah tersebut mempunyai nilai yang sangat rendah sehingga perlu perbaikan yang mendesak.

iLUSTRASI
Memang, IKM hanya salah satu bentuk simplipikasi dari berbagai dimensi kemiskinan yang sangat kompleks. Meskipun demikian, hasil dari IKM ini semoga bisa menjadi indikasi atau gambaran awal bagi daerah dengan harapan masing-masing daerah bisa melakukan instropeksi untuk selanjutnya bisa menjadi motivasi untuk bekerja lebih keras dalam mengentaskan masalah kemiskinan ini (Nurprayogi/red)

(www.pelitakarawang.com)
Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan