Breaking News
---

Orgasme Perempuan Lebih Dahsyat!,Hanya 29 Persen yang Bisa Rasakan

ORGASME, apalagi orgasme perempuan, sedikit dibicarakan secara terbuka. Sebenarnya seperti apa orgasme perempuan dan mengapa ada perempuan yang tidak mengalaminya? Terkait hal ini, Kamis (24/2) dilakukan bedah buku yang berjudul The 'Orgasme' Project di Kantor P3W Jayapura. Apa saja yang terungkap?

Orgasme adalah salah satu anugerah terbesar dari Tuhan untuk umat manusia. Dimana, ketika datang disambut dengan rangsangan yang tepat, maka hasrat lama kelamaan akan mencapai ledakan kenikmatan yang menjalar dari kelamin, panggul, punggung hingga kepala. Ledakan orgasme itu digambarkan penulis buku The 'Orgasme' Project, Firliana Purwanti, seperti teori "the gib bang" dalam teori proses terciptanya alam semesta.

Dari hasil penelitian itu, penulis mendapati ternyata semua perempuan dapat mengalami orgasme. Sebagaimana kutipan sebuah media online terbitan 17 Juni 2009, menyatakan 75 persen laki-laki mencapai orgasme saat melakukan hubungan intim, sedangkan wanita yang dapat meraih kenikmatan puncak (orgasme) hanya 29 persen. Tentunya tingkat orgasme perempuan jauh lebih rendah dari laki-laki.  Padahal di sini sebenarnya orgasme perempuan lebih dasyat dan menarik daripada laki-laki. Karena bayangkan saja, secara anatomis klistoris perempuan memiliki 8 ribu saraf. Dua kali lebih banyak dari syaraf di penis.

Firliana Purwanti, menandaskan, di sini ada sejumlah faktor yang menyebabkan perempuan kurang mengalami orgasme saat berhubungan intim dengan pasangannya, diantaranya, dominasi laki-laki yang menomor duakan kepentingan perempuan sehingga membuat perempuan pasif dalam bercinta untuk mencapai kenikmatan seksualnya.

Kemudian, faktor sosial seperti mitos keperawanan pun menjadi anggapan bahwa perempuan tidak pantas membicarakan kenikmatan seks secara terbuka, dan konflik identitas seksual serta pengetahuan yang terbatas juga mengakibatkan perempuan sulit untuk mendapatkan orgasme. Juga tekanan sosial agar menjadi perempuan "baik-baik", takut hamil, terlebih diluar pernikahan dan keharusan pasif dalam berkomukasi tentang seks dengan pasangan menambah daftar panjang mengapa perempuan sulit orgasme.

Ketika perempuan ingin mendapat orgasme, banyak sekali aturannya. Antara lain, seks harus dilakukan setelah menikah, kalau belum menikah perempuan harus tetap perawan. Akibatnya, banyak perempuan lajang yang merasa tidak bermakna lagi ketika ditinggal pacarnya setelah melakukan hubungan seks. Ada yang coba bunuh diri, ada yang memutuskan untuk melakukan seks sembarangan, bahkan jadi pekerja seks, karena merasa tidak berharga. 

Adapun perempuan menikah harus menunggu ajakan suami untuk berhubungan seks. Saat suami ingin berhubungan seks harus tetap dilayani tanpa memikirkan istrinya lelah ataukah tidak.

"Masalah kenikmatan seksual (Orgasme) seperti apa. Semua orang pasti tidak tahu, terutama perempuan, karena kurang adanya pengetahuan, sebab pengetahuan hanya dibuat oleh kelompok yang dominan. Dengan kata lain terjadinya pengetahuan yang bias gender, karena pengetahuan mengenai seks umumnya untuk menakuti-nakuti perempuan.  Informasi tentang pendidikan seks hanya ditujukan untuk perempuan heteroseksual. Lalu bagaimana perempuan positif HIV/AIDS, mereka yang lesbian dan homoseksual," ungkap Firliana Purwanti kepada Cenderawasih Pos (grup JPNN), usai acara bedah buku tentang 'The Orgasme Parojeck' di Aula P3W Jayapura, Kamis (24/2).

Faktor lain perempuan tidak mengalami orgasme, yakni, perempuan merasa dipoligami, kecemasan perempuan karena faktor norma sosial, norma adat dan budaya, juga perempuan merasa ia bukan satu-satunya disayangi, juga tidak mempunyai pendidikan mengenai hak-haknya yang harus diperoleh ketika berhubungan seksual dengan pasangannya dan juga perempuan yang alami korban kekerasan. Termasuk faktor psykologis lainnya, seperti anggapan terhadap perempuan bahwa ia hanya sebagai pemuas laki-laki, dalam bentuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri, padahal tidak demikian.

"Perempuan yang orgasme adalah memiliki hubungan setara dengan sesamanya, yakni, komunikasi di tempat tidur mengenai pasangannya, seperti mau hubungan seks yang ia mau seperti apa, pasangan kerasan. Dan memahami siapa dirinya, yakni, percaya diri bahwa bermakna bagi pasangannya. Yaitu saling memberi dan saling menerima. Orgasme itu hak asasi manusia (HAM), bukan hal porno, yang harus diperjuangkan setiap orang," katanya.

Terkait dengan itu, penulis menyatakan, dirinya terobsesi menulis  buku orgasme ini tidak lain karena menurutnya, perempuan banyak dirugikan, dimana mengenai pengetahuan dan pendidikan seksnya, terutama mengenai kenikmatan seksnya.

Yang mana, umumnya pendidikan seks bagi perempuan itu lebih banyak untuk menakut-nakuti, bahwa nanti terkena HIV/AIDS, akan hamil di luar nikah dan seterusnya. Memang hal itu betul, tapi di sisi lain itu tidak adil, sebab kalau hanya pengetahuannya sebatas itu dan tidak menyeluruh.

"Menurut saya, perempuan itu berani mengatakan tidak, tapi juga dia harus berani mengayatan 'iya' ketika dia ingin melakukan hubungan seksual. Dan ketika perempuan melakukannya, ia harus tahu bagaimana cara yang aman untuk melakukannya, yakni tidak ada kekerasan dan lain sebagainya," tandasnya. (Kor/Cepos).
 
Sumber:jpnn.com
Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan