Breaking News
---

Tegakkan Keamanan dan Ketertiban


PELITA KRW OL-.Hari-hari ini di Shanghai, China, kita melihat gencarnya kita melakukan promosi investasi ke luar negeri. Baik kementerian, pemerintah daerah, pengusaha melakukan hal yang sama, yakni memerkenalkan potensi bisnis yang bisa dilakukan oleh investor asing di Indonesia.

Kita melihat antusiasme yang tinggi dari investor China untuk berinvestasi di Indonesia. Mereka bukan hanya sekadar mendengarkan presentasi, tetapi mereka menindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan lanjutan yang lebih serius.

Pemberian tingkatan investasi (investment grade) oleh lembaga-lembaga pemeringkat dunia kepada Indonesia menambah keyakinan pengusaha asing terhadap potensi yang dimiliki Indonesia. Pemeringkatan itu memang merupakan pegangan tambahan yang biasa dipakai para investor ketika hendak menanamkan modalnya ke sebuah negara.

China sekarang ini memang agresif untuk melihat potensi bisnis di seluruh dunia. Pilihan antara menyimpan kelebihan cadangan devisa untuk membeli kertas-kertas berharga negara-negara besar seperti Amerika Serikat atau ditanamkan dalam bentuk investasi langsung dilakukan secara seimbang. Pemerintah China menerapkan kredo untuk tidak menyimpan telur di dalam satu keranjang yang sama.

Dana yang disediakan untuk itu memang tidak tanggung-tanggung. Menurut Duta Besar untuk China, Imron Cotan, ada dana Pemerintah China sebesar 56 miliar dollar AS yang bisa dipakai para pengusaha negeri itu untuk berinvestasi di luar negeri.

Itulah salah-satu yang membuat pengusaha China agresif untuk melihat peluang. Investasi China di Indonesia memang masih sangat kecil belum mencapai 1 miliar dollar AS. China berada di urutan ke-13 dalam jumlah investasi di Indonesia.

Berbicara soal potensi, Indonesia sangatlah luar biasa. Berbagai bidang investasi mulai dari pertanian, perkebunan, industri, infrastruktur, hingga pertambangan diincar oleh banyak pengusaha asing termasuk pengusaha China.

Hanya saja semua peluang itu menuntut kemampuan Indonesia untuk meresponsnya. Bukan hanya sekadar pelayanan dan peraturan yang harus bisa menunjang, tetapi yang tidak kalau pentingnya adalah kemampuan kita untuk menciptakan keamanan dan ketertiban. Kalau konflik komunal seperti yang terjadi di Tarakan dan Jakarta kemarin tidak bisa kita cegah, maka seribu kali kita melakukan promosi bisnis, seribu kali juga kita akan gagal.

Konflik yang melibatkan banyak orang dan bahkan meminta banyak korban bukan terjadi kemarin saja. Sejak reformasi intensitas terjadinya bentrokan fisik di antara masyarakat semakin meningkat. Dan tingkatan kekerasannya semakin menakutkan, karena mereka menggunakan senjata tajam dan juga senjata api.

Keamanan dan ketertiban merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tugas negara adalah menciptakan keamanan dan ketertiban. Bahkan pemerintah diberi kewenangan penuh untuk menegak hal tersebut.

Kalau kita mengatakan kewenangan penuh artinya pemerintah boleh melakukan apa saja. Pemerintah tidak perlu ragu, meskipun tindakan yang akan diambil tindakan paling keras sekali pun. Demi terkendalinya keadaan, pemerintah tidak boleh takut untuk mengambil tindakan apa pun, sepanjang bukan pelanggaran terhadap kemanusiaan.

Demi kepentingan masyarakat yang lebih besar, negara tidak boleh sampai ragu untuk bertindak. Sebab keraguan akan membuat keterlambatan dalam bertindak. Ketika itu terjadi, maka keadaan justru akan semakin memburuk. Bahkan kemudian terkesan pemerintah melakukan pembiaran.

Pertanyaannya, mengapa kita resmi terlambat melakukan respons? Apakah karena tidak tahu harus berbuat apa atau takut rusak citra karena harus mengambil tindakan tegas yang seringkali tidak populer? Padahal Kita tidak mungkin terhindar untuk mengambil tindakan keras ketika ada dua pihak yang terlibat dalam aksi kekerasan.

Terus terang kita mengkhawatirkan hal yang kedua. Penanggung jawab keamanan lebih mementingkan citra dirinya daripada menyelamatkan nasib masyarakatnya. Apalagi jika citra baik dianggap sebagai jalan untuk mencapai jabatan tertinggi. Seorang Kepala Polisi Sektor, Kepala Polisi Resor, bahkan Kepala Kepolisian Daerah memilih untuk bermain aman, tidak mau mengambil tindakan yang tidak populer, karena takut tidak bisa menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Padahal, tugas seorang komandan adalah mengambil keputusan. Dalam keadaan krisis, pilihan yang harus dihadapi bukanlah antara baik dan buruk, tetapi antara buruk dan kurang buruk. Sepahit apa pun keputusan itu, seorang komandan harus mengambilnya karena pengembalian ketertiban dan keamanan pasti akan lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat banyak.

Situasi yang kita hadapi sekarang ini sungguh membahayakan bagi kehidupan masyarakat banyak apabila terus dibiarkan. Keadaan ini tidak bisa diselesaikan dengan sekadar imbauan, tetapi dengan tindakan tegas untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban, sambil kita mendidik masyarakat untuk menjauhi tindakan kekerasan./metrotvnews.
Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan