GfOoTUz6TpM6Tfr9TUYpTpC6BY==
Light Dark
Siapa Bilang Sang Pencerah Membingungkan Tauhid

Siapa Bilang Sang Pencerah Membingungkan Tauhid

Daftar Isi
×
Dalam film itu seorang syekh entah berantah menjelaskan keberadaan Allah yang entah berada di mana-mana. Ini merupakan sisipan anti-sejarah tentang KH Ahmad Dahlan yang merusak inti dakwah tauhid tokoh pendiri Muhammadiyah tersebut.
Menurut saya pernyataan ini bersifat spekulatif. Dalam film tersebut tidak ada penyebutan berada di mana-mana, yang ada adalah Allah meliputi segala sesuatu, tanah, air, langit, bumi dan manusia. Bukankah ini sejalan dengan surat Q.S. Al Fushilat: 54 Dia meliputi segala sesuatu.
Terkesan Ostaf melakukan pemaksaan penafsiran bahwa dalam film tersebut terjadi penyimpangan akidah. Sekiranya yang dimaksud oleh film tersebut memang benar bahwa Allah  bersemayam di mana-mana, itupun masih menjadi bahan perdebatan di kalangan mufassir.
                 
Di Mana Allah?
Bagi yang mengatakan Allah ada di mana-mana argumentasinya ingin saya kutip dari buku Ust Quraish Shihab dengan judul Dia di mana-mana. Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena.
Quraish Shihab mengulas, "Allah hadir di mana-mana. Dia azh-Zhahir sekaligus al-Bathin. Dia adalah azh-Zhahir yakni Yang nampak dengan jelas melalui ayat-ayat di pentas alam raya yang merupakan bukti wujud dan keesaan-Nya.
Nalar tidak dapat membayangkan betapa alam raya dapat wujud apalagi dengan segala keindahan, keserasian dan keharmonisannya, tanpa kehadiran-Nya. Dia yang menunjukkan kepada kita kerajaan dan kekuasaan-Nya dengan menyadarkan kita bahwa dalil wujud-Nya terbentang di mana-mana.
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa ia adalah haq" (QS 41:53). 
Menurut Shihab, kata "Kami" yang digunakan dalam surah Fushshilat ayat 53 ini mengandung isyarat tentang perlunya keterlibatan dan kesungguhan manusia untuk merenung dan memperhatikan agar Allah turun tangan memperlihatkan makna dan pesan dari ayat-ayat-Nya.
Argumentasi ini juga diperkuat oleh dalil: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat dari pada urat lehernya (Al-Qaaf:16).
Sedangkan bagi yang mengatakan bahwa Allah ada di atas Arsy argumentasinya merujuk pada Q.S. Al-A'raf: 54, Kemudian Dia Istiwa (bersemayam) di atas Arsy. Ditambah dengan hadits sebagaimana dikutip oleh Ostaf; Seorang sahabat Nabi yang bernama Mu'awiyah Bin Hakam As-Sulamy radhiyallahu anhu, dia memiliki seorang budak wanita yang ingin dia merdekakan, akan tetapi sebelum dia dimerdekakan oleh Mu'awiyah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajukan dua pertanyaan kepada budak wanitanya tersebut.
Rasulullah SAW berkata kepadanya, Di mana Allah? Lalu dijawab oleh budak wanita itu, (Allah itu) di langit, lalu Nabi bertanya lagi, Siapa saya ini? dijawab oleh budak wanita itu, Engkau adalah Rasulullah. Setelah itu Nabi SAW pun bersabda, Merdekakan dia, karena dia seorang mukminah.
                                  
Pengetahuan tersebut dapat dicapai  dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran ahli dengan dasar  hati yang suci. 

Ungkapan-ungkapan yang bernuansa bathiniah tersebut merupakan gagasan sufistik pendiri Muhammadiyah itu.
Dalam perkembangan selanjutnya, tasawuf yang dimaknai sebagai batin ekspresi keberagaaman seorang Muslim, maka kata atau ungkapan yang setara dengan tasawuf yang sering muncul dalam dokumen dan forum-forum Muhammadiyah adalah ihsan (Dalam Kepribadian Muhammadiyah). Muhammadiyah lebih memilih kata ihsan, sebab kata itulah yang secara ekplisit bisa dijumpai di salah satu hadits Nabi SAW yang mengupas Iman, Islam, dan Ihsan.
Ihsan dalam hadist tersebut berarti An-ta'budullaaha kaannaka taraahu, fain-lam taraahu fa-innahu Yaraaka (engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jikapun engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu). Ungkapan Ihsan kepada kemanusian dalam Kepribadian Muhammadiyah yang dipararelkan dengan ibadah kepada Allah menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan hablu minallah dengan hablu minannaas.
           
Tauhid Sosial 
Keseimbangan hablu minallah dengan hablu minannaas diistilahkan Tauhid Sosial. setiap gejala eksploitasi manusia atas manusia, merupakan pengingkaran terhadap persamaan derajat manusia di depan Allah. Dengan demikian, jurang yang menganga lebar antara lapisan kaya dan miskin yang selalu disertai kehidupan yang eksploitatif, merupakan fenomena yang anti tauhid.
Tauhid Sosial bisa dijelaskan dengan dua hal: pertama, iman adalah kekuatan yang menjadi pilar utama perjalanan sejarah umat Islam. Kedua, iman harus mampu menjawab dimensi praktis persoalan keummatan.
Dalam film Sang Pencerah, tauhid  sosial ini telah  mengajarkan berdimensi praksis. Buat apa menghapal banyak surat kalau tidak diamalkan?.   WallalHualam (kita ambil Hikmahnya saja)

0Komentar