Breaking News :
WEB UTAMA
PROFESIONAL GURU MELALUI SUPERVISI PENGAJARAN

PROFESIONAL GURU MELALUI SUPERVISI PENGAJARAN

KARAWANG,PELITA-.

Secara konseptual pengakuan terhadap keberadaan profesi guru mengandung arti recognition, endorsement, acceptance, trust, dan confidence yang di berikan oleh masyarakat kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan,membantu mengembangkan potensinya secara professional.

Kepercayaan,keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru.Implikasi dari pengakuan tersebut menisyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun, mampu mengembangkan kompetensi yang di miliki, baik kompetensi personal,professial,maupun kemasyarkatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.

Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial,sehingga
upaya meningkatan mutu pendidikan harus di mulai dari aspek “GURU” dan tenaga kependidikan lainya yang menyangkut kualitas keprofessionalannya maupun,kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.

Tidak mengherankan apabila Kepala Pusat Kurikulum,Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Siskandar menyatakan bahwa penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menuntut kualitas guru memadai sehingga perlu meng-upgrade kemampuan guru,supaya pelaksanaan kurikulum sesuai dengan harapan.

Data Balitbang Depdiknas( tahun 2001) saja menunjukan, dari 1.054.859 guru SD negeri ternyata hanya 42,4 pesen yang layak mengajar.Berarti,sebagian besar (57,6 persen) tidak layak mengajar (Depdiknas go.id.com).sampai-sampai Sapari (Kompas,16/8/2002)berani menyimpulkan,rendahnya kualitas guru SD/MI menyebabkan pemahaman mereka terhadap inovasi pendidikan sepotong–sepotong,bahkan ada yang sama sekali tidak memahami secara subtansial apa yang di kembangkan pemerintah.Data tersebut semakin memperkuat data-data sebelumnya yang menyatakan,bahwa kualitas sumberdaya manusia kita pada tahun 2002 menepati angka 110 dari 173 negara, daya saing kita 47 dari 48 negara,perfomance system pendidikan kita berada pada nomor 38 dari 39 negara, penguasaan matematika siswa SLTP pada urutan 34 dan penguasaan IPA urutan ke-32 negara (Sucipto, 2003:2).

Secara mikro,permasalahan peningkatan mutu pendidikan merupakan condition sine qua non dan mendesak untuk di pikirkan oleh stakeholder pendidikan.Secara aplikatif, di perlukan peningkatan profesionalisme guru karena guru merupakan pelaksanaan lapangan yang menjadi ujung tombak.Berbagai upaya pemberdayaan dapat dilakukan di antaranya dengan pembinaan profesionalisme guru melalui supervisi pengajaran.Melalui supervisi pengajaran, seorang kepala sekolah dapat memberi bimbingan, motivasi dan arahan agar guru dapat meningkatkan profesionalismenya.


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak di bahas dalam makalah ini adalah,bagaimana upaya yang dapat di lakukan dalam pembinaan profesional melalui supervisi pengajaran,sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru?

Konsep Mutu Pendidikan.

Proses pendidikan yang bermutu di tentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di dalam sekolah itu dan,lingkunganya sebagai suatu kestuan sistem.Menurut Twonsend dan Butterworth (1992:35) dalam bukunya Your Child’s School, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu,yakni;
1)Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah.
2)Partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf,
3)Proses belajar – mengajar yang efektif,
4)Pengembangan staf yang terprogram,
5)Kurikulum yang releven,
6)Memiliki visi dan misi yang jelas,
7)Iklim sekolah yang kondusif,
8)Penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan
9)Komunikasi efektif baik internal maupun eksternal,dan
10)Keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instinsik.

Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai sesuatu kadar proses dan,hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu( surya,2002:12).Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses dan output pendidikan(Depdiknas, 2001:5).Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena di butuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintregasi input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan(enjoyable learning),mampu mendorong motivasi dan minat belajar,dan benar–benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat di ukur dari kualitasnya, efektipitasnya,produktivitasnya,afesiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.Berdasrkan konsep mutu pendidikan maka dapat di pahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan .Input pendidikan merupakan hal yang mutlak haru ada dalam batas–batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan(school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement).

Selama tahun 2002 dunia pendidikan di tandai dengan,berbagai perubahan yang datang bertubi – tubi, serempak, dan dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendomisasi panggung pendidikan tahun 2002 antara lain adalah,Pendidikan Berbasis Luas( PBL/BBE)dengan Life Skills-nya,Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC),Manajemen Berbasis Sekolah (MBS/SBM),Ujian Akhir Sekolah (UAN) pengganti EBTANAS,Pembentukan Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota.

Setiap pembaharuan tersebut memiliki kisah dan problematikanya sendiri.Fenomena yang menarik adalah,perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni menggunakan kata berbasis (based). Bila di amati lebih jauh, perubahan yang “berbasis” itu umumnya dari atas ke bawah:dari pusat ke daerah,dari pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah,dari pemerintah ke masyarakat, dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal. Istilah – istilah lain yang populer yang memiliki nuansa yang sama dengan “berbasis”adalah pemberdayaan(empowerment),akar rumput(grass-root),dari bawah ke atas( bottom up), dan sejenisnya. Apa itu artinya?...Simak saja label – label perubahan yang dewasa ini berseliweran dalam dunia pendidikan nasional(kadang-kadang di pahami secara di beragam );Manajemen Berbasis Sekolah ( School Based management),Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah(School Based Quality Improvement),Kurikulum Berbasis Kompetensi( Competence Based Curriculum), Pengajaran/Pelatihan Berbasis Kompetensi( Competence Based Teaching/Traning),Pendidikan Berbasis Luar (Broad Based Edukation ),Pendidikan Berbasis Masyarakat ( Community Based Edukation),Evaluasi Berbasis Kelas(Classroom Based Evaluation),Evaluasi Berbasis Siswa (Student Based Evaluation),di kenal juga dengan Evaluasi Portofolio, Manajemen Pendidikan Berbasis Lokal (Local Based Educatiun Management),Pembiayaan Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community Based Educational Finacing),Belajar Berbasis Internet( Internet Based Learning ), dan entah apa lagi.

Fullan & stiegerbauer (1991:33 ) dalam “The New Meaning Of Educational Change” mencatat bahwa setiap tahun guru berurusan dengan sekitar 200.000 jenis urusan dengan Karakteristik yang berbeda dan itu merupakan sumber stres bagi mereka.mungkin tak aneh bila di laporkan,banyak guru mengalami stres dan jenuh ( Burnout ).Supriadi ( 2002:17 ) mengatakan: “ orang yang mendalami teori Difusi Inovasi akan segera tahu bahwa setiap perubahan atau inovasi,dalam bidang apa pun,termasuk dalam pendidikan,memerlukan tahap–tahap yang di rancang dengan benar sejak ide di kembangkan hingga di laksanakan”.

Sejak awal, berbagai kondisi perlu di perhitungkan, mulai substansi inovasi sendiri sampai inovasi itu sendiri sampai kondisi – kondisi lokal tempat inovasi itu akan di implementasikan.
Intinya, suatu perubahan yang mendasar,melibatkan bayak pihak, dan dengan sekala yang luas akan selalu memerlukan waktu. Suatu inovasi mestinya jelasnya,kriterianya, terukur dan realistik dalam sasaran, dan dirahasiakan manfaatnya oleh pihak yang melaksanakanya .

Langkah percepatan dapat saja di lakukan, tetap dengan risiko kegagalan yang besar akibat inovasi itu ini meluncurkan prinsip-prinsip tersebut,di samping secara konseptual”cacat sejak lahir”, serba tergesa- kurang di hayati secara penuh,oleh pelaksananya.Saya menilai bahwa,banyak inovasi pendidikan yang di luncurkan di indonesia dewasa serba instan, targetnya tidak realistik, di dasari asumsi yang linier.seakan – akan suatu inovasi akan bergulir mulus begitu di luncurkan,dan secara implisit di muati obsesi demi menanamkan”aset politik”di masa depan./Drs .E.ISKANDAR,SP.
BERITA TERKINI
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar
WEB UTAMA